Mengenal Perjanjian Kerja, Pelanggaran Hak, dan Perselisihan Hak

Dalam pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa perjanjian kerja merupakan perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Dalam hal ini, perjanjian kerja terikat dalam peraturan yang mengatur soal perjanjian sebagaimana yang diatur dalam pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata yang berbunyi:

Pasal 1338 KUH Perdata:

Semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Pasal 1339 KUH Perdata:

Perjanjian tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.

Oleh karena itu, perjanjian kerja yang telah disepakati oleh pekerja dan pemberi kerja (pengusaha) berlaku mengikat sebagai undang-undang serta harus dilaksanakan dengan iktikad baik oleh kedua belah pihak. Selain itu, perjanjian kerja juga tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga yang menurut sifat perjanjian yang diatur berdasarkan undang-undang.

Bicara mengenai perjanjian kerja, tidak dapat dipisahkan dengan adanya pelanggaran hak dan juga perselisihan hak. Pelanggaran hak merupakan pelanggraan dari perjanjian kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, yang dilakukan oleh salah satu atau kedua belah pihak. Perjanjian kerja memuat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, namun jika isinya dilanggar maka dapat dikatakan sebagai pelanggaran hak.

Akibat dari pelanggaran hak tersebut, sangat memungkinkan untuk terjadi perselisihan hak diantara kedua belah pihak. Perselisihan hak merupakan perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Hal ini tertuang dalam Pasal 1 angka 2 UU PPHI.

Jika terjadi perselisihan hak diantar kedua belah pihak, maka langkah hukum yang dapat ditempuh adalah melakukan perundingan secara bipatrit, tripatrit, dan mediasi sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat 1 jo pasal 1 angka 11 UU PPHI.

sumber : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt553857fb32e82/jika-karyawan-marketing-memasarkan-produk-perusahaan-lain

Tinggalkan Balasan