Negara Rugi Rp 8,3 Triliun Karena Perusahaan Tambang Tidak Bayar Pajak, Kenapa Bisa Lolos?

0
mafia pajak
Foto: republika.co.id.

Solidaritas.net, Bogor – Staf Direktorat Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdul Aziz, menyampaikan banyak perusahaan tambang di Indonesia yang tak bayar pajak. Akibatnya, negara mengalami kerugian triliunan rupiah, bahkan pernah mencapai 8,3 Triliun.

Data dari Ditjen Pajak menyebutkan, sepanjang 2003-2011 kewajiban yang belum dibayarkan dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar Rp. 3,342 triliun, PKP2B sebesar Rp. 3,433 triliun dan Kontrak Karya sebesar Rp. 1,532 triliun. Dari data-data tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp.8,3 triliun.

Sedangkan sepanjang periode pajak 2010-2012, baru 29 persen perusahaan pemegang IUP yang bayar pajak.

“Dari 10.922 IUP yang diterbitkan, hanya 7.834 perusahaan yang memegang IUP dan hanya 76 persen yang memiliki NPWP atau sebanyak 5.984. Sayangnya, meski memiliki NPWP, yang taat bayar pajak hanya 29 persen dari keseluruhan pemegang IUP atau sebanyak 2.304 IUP,” jelas Abdul Aziz dalam Workshop Jurnalis EITI di Novotel, Bogor, Senin (7/9/2015), dilansir dari Detik.com.

Akibatnya, sepanjang 2014-2015 ada 1.087 perusahaan yang dicabut IUP-nya. Paling banyak di Jambi mencapai 171 IUP, Sulawesi Tengah 148 IUP, dan Kalimantan Timur sebanyak 96 IUP.

Sementara itu, data dari Kementerian Lingkungan Hidup, menyebutkan status ruang izin pertambangan berdasarkan hasil overlay dengan peta kawasan hutan-nasional luas izin pertambangan seluruh Indonesia mencapai 38.894.231 hektar dari 7.468 unit usaha pertambangan.

Lebih lanjut, per 4 Agustus 2015, berdasarkan data Kementerian ESDM, IUP berstatus Clean and Clear (CnC) baru mencapai 58 persen dari keseluruhan IUP.

“IUP berstatus Clean and Clear sebanyak 6.264 yaitu dari sektor minerba 3.787 dan batu bara ada 2.477 IUP. Masih ada 42 persen yang belum berstatus CnC atau sebanyak 4.563 dari IUP yaitu dari sektor mineral sebanyak 3.151 dan batu bara sebanyak 1.412 IUP. Itu termasuk ada 1.739 IUP baru dari komoditi batu-batuan,” terangnya.

Pertanyaannya kenapa para pengemplang pajak itu bisa lolos dengan nilai tidak bayar pajak yang sangat fantastis? Kasus Gayus Tambunan yang mencuat tahun 2010 mengungkap boroknya kasus pengemplangan pajak di Indonesia. Gayus mempunyai uang Rp 25 miliar di rekeningnya plus uang asing senilai 60 miliar dan perhiasan senilai 14 miliar di brankas bank atas nama istrinya

Saking mengguritanya, aksi Gayus ini melibatkan sejumlah oknum dari berbagai institusi, mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, bahkan institusi tempat Gayus bernaung, yakni Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Bahkan, Gayus masih bisa melarikan diri ke luar negeri dengan paspor palsu atas nama Sony Laksono.

Dua tahun setelahnya, muncul kasus serupa yang melibatkan mantan pegawai Ditjen Pajak bernama Dhana Widiatmika (DW) yang sejak awal tahun lalu sudah berpindah tugas ke Pemda DKI. Meski tidak “semenggurita” Gayus, pegawai golongan III A ini teridentifikasi memiliki uang berjumlah miliaran di dalam rekeningnya. (Hukumonline.com, 24 Februari 2012)

Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa perusahaan yang tidak bayar pajak bisa meloloskan diri karena elit-elit pejabat dan birokrasi yang korupsi dan secara umum karena sistem politik yang hanya menjadi rakyat sebagai pemilih setiap 5 tahun sekali. Organisasi-organisasi rakyat seharusnya dibangun dan diberikan wewenang untuk melakukan pengawasan. Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saja tidak cukup, karena elit-elit bisa berkomplot untuk mengebiri KPK seperti yang selama ini sudah terjadi.

Ketimbang menggenjot pembayaran pajak dari perusahaan-perusahaan besar, para elit dan birokrasi lebih memilih melindungi pengusaha yang melakukan perampasan berlebihan terhadap hak-hak buruh. Buruh sebagai produsen (penghasil) langsung barang-barang dipaksa bekerja keras dengan upah rendah dan terpaksa harus lembur berjam-jam setiap harinya. Jika buruh melakukan protes melalui mogok kerja dan unjuk rasa mendatangi pabrik, maka dengan sigap aparat keamanan (polisi dan tentara) dan milisi sipil (preman) dikerahkan untuk memberangus protes buruh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *