Pak Samidi, Korban Kezaliman Pengusaha hingga Menghembuskan Nafas Terakhir

Solidaritas.net, Karawang – Pak Samidi adalah seorang buruh yang menunggu putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus pemutusan hubungan kerja sepihak (PHK)  sepihak yang dilakukan oleh PT Royal Standard terhadap buruhnya. Selama menunggu putusan MA, Pak Samidi memilih bekerja sebagai tukang ojek hingga sebuah kecelakaan lalu lintas merenggut nyawanya, Jumat (8/5/2015).

penguburan pak samidi
Prosesi penguburan Pak Samidi. Foto: Morgana.

Pria yang lahir pada 5 Juli 1957 tak punya banyak pilihan pekerjaan selain sebagai tukang ojek, lantaran di usianya yang 57 tahun seharusnya ia sudah menikmati masa pensiun.

Masalah yang ia hadapi bersama buruh PT Royal Standard berawal pada tahun 2013. Pengusaha memutuskan membayar upah karyawan sebesar Rp. 2.000.000 dengan menghilangkan uang tunjangan yang sebelumnya dibayarkan. Upah tersebut diberikan kepada seluruh buruh secara merata tanpa memperhitungkan lamanya masa kerja dan jabatan di perusahaan. Saat itu, upah minimum kabupaten (UMK) Karawang sebesar Rp. 2.100.000.

Pengusaha juga memberikan target produksi yang tinggi kepada buruhnya tanpa mempertimbangkan kondisi mesin yang berbeda-beda. Pak Samidi menggunakan mesin OTCP, yaitu mesin kertas karbon atau mesin kategori non continue, sehingga seharusnya ia tidak perlu mencapai target. Tapi, pengusaha justru memberikan surat peringatan 1 sampai 3 kepada buruh yang tidak mencapai target. Pengusaha sempat menyarankan buruh agar menjadi buruh harian lepas saja demi target.

Sejak adanya permasalahan tersebut, buruh PT Royal memutuskan melakukan mogok kerja pada 27 Februari 2013 sebagai anggota dari Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI). Buruh semakin kesal karena adanya nota anjuran dari Disnaker Karawang yang menganjurkan agar pengusaha membayar upah sesuai UMK dan tunjangan, namun pengusaha mengabaikannya. Pengusaha juga melakukan PHK terhadap buruh.

 

pak samidiSelama proses memperjuangkan hak-haknya, para buruh berusaha mencari pekerjaan lain. Begitu pula Pak Samidi yang memutuskan menjadi tukang ojek untuk menafkahi keluarga, yakni istri dan kedua anaknya. Ia tak bisa bekerja di perusahaan lain lagi lantaran usia yang telah tua. Pesangon pun tak bisa diharapkan untuk memulai usaha, karena pengusaha hanya memberikan uang pisah sebesar Rp. 150 ribu.

Di sela-sela pekerjaannya sebagai tukang ojek, ia kerap kali datang menemui kawan-kawan buruhnya untuk mengetahui sejauh mana proses Peradilan Hubungan Industrial (PHI) hingga kasasi. Ia juga sering melakukan koordinasi dengan mendatangi pengurus PPA PT Royal Standard dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PPMI. Ia memberikan semangat kepada rekan-rekannya agar tetap berjuang.

Wakil Sekretaris Bidang Advokasi PPA PPMI PT Royal, Cita Purnamasari mengungkapkan kesedihannya karena kasus ini belum selesai, namun Pak Samidi telah meninggalkan dunia ini.

“Sedih karena sampai tutup usianya kami belum bisa membayar hutang. PHI tidak berpihak pada buruh, putusan PHI mengacu pada PP (Peraturan Perusahaan-ed) PT Royal Standard,” ujarnya.

Ketua DPC PPMI Karawang, Wahidin, mengatakan Samidi adalah seorang tenaga ahli di perusahaan berstatus sebagai karyawan tetap. Namun, keistimewaannya itu tidak mengurungkan niatnya untuk ikut mendirikan serikat pekerja. PT Royal Standard berdiri pada tahun 1995, namun serikat baru berdiri pada tahun 2012.

Pak Samidi menjadi salah seorang anggota PPMI yang paling aktif dan militan dalam memperjuangkan nasib buruh, selalu berada di barisan terdepan dalam aksi-aksi protes. Bahkan, Pak Samidi sudah dua kali mengikuti aksi geruduk ke pabrik PT Royal Standard yang dijaga oleh preman bayaran perusahaan.

“Innalillahi wa Inna Ilaihirojiun. Saudara Samidi, Grudukers ROYAL STD, salah satu yang paling militan selama mengikuti aksi-aksi PPMI khususnya mengawal kasus Royal STD yang sampai hari ini masih menunggu putusan MA. Beliau menjadi tukang ojek utk menafkahi keluarga selama menunggu putusan MA,” katanya.

Pemilik PT Royal Standard adalah Untung Sastrawijaya, seseorang yang pernah mendekam di penjara karena telah melakukan tindakan korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun 2004. Buruh menduga sedang menjalani proses hukum yang tidak adil.

Pak Samidi, potret dari buruh yang dizalimi oleh kapitalis dan koruptor. Selamat jalan Pak, perjuanganmu akan diteruskan. 

Tinggalkan Balasan