Papua Tuntut Hak Menentukan Nasib Sendiri

Yogyakarta – Dalam rangka merespon represi aparat keamanan terhadap masyarakat Papua dan aksi damai Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Gerakan Rakyat Papua Bersatu (GRPB) bersama Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB), dan Aliansi Boikot ArtJog melakukan aksi bersama, Kamis(16/6/2016). Aksi tersebut menyatakan sikap mendukung hak menentukan nasib sebagai sebagai solusi demokratis bangsa Papua. 
Massa GRPB (Foto: Lingkar Studi Sosialis)
Aksi dimulai sekitar pukul 08.00 WIB dari Asrama Papua menuju Titik Nol Yogyakarta, lalu dilanjutkan dengan aksi boikot ART|JOG. Saat massa tiba di Jl Kusumanegara, polisi menahan arak-arakan massa dan terjadi negoisasi.

Sekitar pukul 14.02 WIB saat pembacaan pernyataan sikap, polisi bersenjata menyerang massa aksi sehingga terjadi kerusuhan. Sedikitnya ada 4 truk polisi, baik yang bersenjata maupun tidak, dan beberapa tentara. Meskipun dihadang oleh aparat, massa aksi tetap solid dan aksi terus berlanjut.

Massa sangat menyesali sikap negara yang justru melindungi korporasi seperti Freeport yang dinilai terus menghancurkan ruang hidup rakyat Papua. Fatalnya, menurut mereka, penindasan tersebut justru dilanggengkan oleh para elit, termasuk seniman dan pelaku budaya, seperti acara ART JOG 2016 yang menerima dana sponsor dari Freeport.

Olehnya, selain aksi damai untuk menuntut hak menentukan nasib sendiri bagi masyarakat Papua, massa juga melakukan aksi boikot ART JOG.

Data dari GRPB menyebutkan, pada 2 Mei 2016 setidaknya ada 1795 orang aktivis dan massa rakyat diamankan saat menggelar aksi damai di beberapa Kabupaten dan Kota di tanah Papua. Aksi penangkapan kembali terjadi pada 28-30 Mei 2016, 75 orang diamankan polisi saat membagikan selebaran aksi damai yang akan digelar KNPB dan masyarakat Papua pada 31 Mei.

Sedangkan pada 31 Mei polisi memblokade massa rakyat Papua agar tidak berkumpul di satu titik aksi yang telah ditentukaan.  Setelah itu aparat melakukan penangkapan secara sewenang-wenang, 597 rakyat Papua dan aktivis KNPB, serta 7 aktivis mahasiswa Papua yang kuliah di Manado, ditangkap.

Asrama-asrama mahasiswa Papua di di Malang, Jogja dan kota lainnya di Jawa, dijaga oleh aparat polisi untuk mencegah mahasiswa melakukan aksi yang sama.

Bahkan belum lama ini menjelang aksi damai 15 Juni 2016, lagi-lagi aparat menangkapi aktivis KNPB. Kepolisian Resort Jayapura menangkapi aktivis yang tengah membagikan selebaran seruan aksi. Sebanyak 31 aktivis ditangkap pada 10 Juni 2016, kemudian 65 aktivis ditangkap di Jayapura dan Sentani, sedangkan 4 orang aktivis KNPB lainnya ditangkap di Nabire pada 13 Juni 2016.

Meningkatnya represi terhadap masyarakat Papua yang secara kuantitatif dan semakin brutal dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan terakhir ini, maka GRPB melayangkan tuntutan berikan hak menentukan nasib sendiri bagi Bangsa Papua; mengecam tindakan represi aparat terhadap masyarakat Papua dan aktivis KNPB; dukung ULMWP menjadi anggota penuh di Melanesian Spearhead Group (MSG); menolak tim pencari fakta buatan Jakarta turun ke tanah Papua; tarik militer organik dan non organik dari tanah Papua; tutup seluruh perusahaan asing yang ada di Papua, dan; buka ruang demokrasi seluas-luasnya.

Tinggalkan Balasan