Solidaritas.net | Jakarta – Masih banyak yang perlu di perhatikan dan harus di jalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), khususnya untuk pelayanan kesehatan bagi kalangan masyarakat bawah. Sebab, banyak kasus pasien BPJS yang ditolak oleh rumah sakit dengan alasan yang dibuat-buat yang mana hal ini menyalahi kemanusiaan.
Kementerian Kesehatan dan Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (Tim KM-KB) yang telah dibentuk oleh BPJS harus menjalankan fungsinya dan memperbaiki kesalahan penerapan BPJS di lapangan untuk menjamin adanya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien yaitu terciptanya pelayanan kesehatan yang berasaskan kemanusiaan. Hal ini dikemukakan BPJS Watch dalam siaran persnya, Kamis (8/1/2015).
Menurut Koordinator Advokasi BPJS Watch, ada empat fungsi Tim KM-KB, yakni sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi, utilization review, audit medis, dan pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan. Namun, ternyata Tim KM-KB hanya fokus pada satu fungsi saja, yakni sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi,
Masih banyak rumah sakit yang tidak berasaskan kemanusiaan dalam pelayanan kesehatan, seperti yang terjadi dan dialami pada sejumlah pasien di akhir tahun 2014 dan awal 2015 . Rokayah, pasien bernomor BPJS 0000375768483, tidak diterima oleh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cengkareng. Pihak RSUD menolaknya dengan beralasan kamar telah penuh. Namun keluarga pasien memastikan hal itu dengan memasuki kamar-kamar perawatan, dan ternyata ditemukan delapan tempat tidur pasien yang masih kosong di RSUD itu.
Begitu juga yang telah dialami pasien yang ekonominya tidak mampu, berumur 25 tahun, sebut saja Winda Sari. Mengalami luka-luka pada kakinya karena ditabrak mobil. Pihak RSUD Abdul Moelok mengusir pasien itu dari ruangan perawatan. Dengan penuh kesedihan, keluarganya membawa pulang Winda dengan menggunakan gerobak sampah.
Hal ini membuktikan bahwa masih ada RSUD yang melanggar etika dan disiplin profesi sebagai tenaga kesehatan, sebagaimana yang telah jelas pada pasal 4 UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mengamanatkan terciptanya pelayanan kesehatan yang berasaskan kemanusiaan.
Timboel Siregar juga menyebutkan sikap rumah sakit begitu buruk, karena banyak alasan agar tidak melayani rakyat miskin peneriman bantuan iuran sebagai pasien.
“Pemulung, gelandangan, anak yatim piatu, penghuni lapas sudah dijamin oleh APBN menjadi peserta BPJS Kesehatan, pada saat peluncuran Kartu Indonesia Sehat oleh Presiden Jokowi beberapa waktu yang lalu. Pelayanan BPJS kesehatan belum memuaskan, terutama pada rakyat miskin penerima bantuan iuran (PBI), dimana pengobatannya ditanggung APBN. ,” katanya.
Akan lebih banyak lagi kasus yang akan terjadi di tahun 2015 kedepannya, apabila BPJS Kesehatan, Tim KM-KB dan Kementerian Kesehatan tidak tegas memberikan pembinaan perilaku etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan.