Pekerja Inginkan Biaya Pelayanan Usaha Pariwisata Tetap Berlaku

2

Jakarta – Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) mendesak pemberlakuan uang servis atau biaya pelayanan di industri pariwisata tetap diberlakukan. Pasalnya, sejak adanya Permen No.7/2016, uang pelayanan hanya boleh diberlakukan di restoran di dalam hotel.

Gambar ilustrasi. Sumber: Pixabay.

“Gara-gara Permen baru ini usaha kami untuk memperjuangkan uang servis di sebuah restoran kandas. Dulu sebelum adanya Permen No.2/1999 ada uang servis, sekarang dihapus karena restoran pizza tersebut sudah berada di luar hotel sedangkan yang boleh memberlakukan uang servis hanya restoran di dalam hotel,” tutur salah seorang pengurus Divisi Pendidikan Nasional FSPM, Iman Sukmanajaya kepada Solidaritas.net, Selasa (22/2/2017).

Akibat peraturan tersebut, usaha pariwisata di luar usaha restoran dan hotel tidak memiliki dasar hukum untuk memberlakukan uang servis. Iman mengungkapkan, uang servis di beberapa hotel bisa dua kali lipat dari UMSP DKI atau UMK di kota lainnya. “Ada hotel di Jakarta setiap pekerja bisa memperoleh uang servis sebesar 4,5 sampai 5 juta per bulan,” ungkapnya.

Sebelum adanya Permen No.7/2016, aturan pemberlakuan uang servis diatur dalam Permen No.2/1999 dan merupakan aturan tambahan/pelengkap dari Surat Keputusan (SK) Menteri Perekonomian No.706/1956. Aturan ini membolehkan menarik tambahan biaya/surcharge dari konsumsi barang/jasa yang dijual oleh Industri akomodasi dan restoran pada umumnya

Surcharge itu yang kemudian dikenal dengan service charge atau biaya pelayanan. Ini menjadi penghasilan tambahan bagi pekerja hotel, apartemen, restoran dan berbagai usahanya pada usaha pariwisata. Permen No.2/1999 sendiri sebenarnya hanya mengatur tata cara pembagian uang servis. Secara normatif, diatur sebagiannya dibagi rata kepada seluruh pekerja, sisanya dibagi berdasarkan senioritas.

Sementara itu, Permen No.7/2016 menyebutkan pembagian uang servis berdasarkan senioritas dan kinerja. Ada perbedaan pandangan dalam mendefenisikan senioritas, bagi pengusaha senioritas adalah soal jabatan. Sedangkan bagi pekerja, senioritas tidak hanya soal jabatan tetapi juga soal masa kerja.

Dicontohkan uang servis itu seperti berikut: harga jus jeruk Rp.100.000, uang servis Rp.10.000 (10 persen), pajak Rp.11.000 (10 persen). Jadi, total yang harus dibayar pelanggan Rp.121.000. Sehingga terkadang ada beberapa orang yang memahami pajak dan uang servis di hotel itu sebesar 21 persen.

“Padahal skema yang sebenarnya seperti yang saya urai di atas,” jelas Iman

Sedikitnya ada FSPM, Serikat Buruh Seluruh Indonesia Makanan Minuman Pariwisata dan Hotel (SBSI Kamiparho), Asosiasi Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) dan Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi (FSP Par Ref) yang telah berkirim surat sejak April 2016, mulai dari meminta audiensi hingga petunjuk pelaksanaan peraturan menteri tersebut, tetapi tidak mendapat respon.

2 Comments

  1. Untung Subiyakto · Edit

    Lalu apakah sampai saat ini usaha Serikat pekerja untuk meminta penjelasan dan juklak permen 16 thn 2016 masih belum ditanggapi, mengingat banyak sekali restoran diluar hotel yang menerapkan uang service namun karena tidak ada dasar hukumnya maka pembagian uang tersebut tidak transparan. Mohon penjelasannya.

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *