Solidaritas.net-Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang tidak dapat diganggu gugat. Bagi buruh, sudah selayaknya HAM menjadi perhatian. Sebab, dalam sistem produksi, buruh berada dalam posisi yang tidak diuntungkan sehingga hak yang dimiliki sering dirampas dan diabaikan.
Dalam deklarasi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terdapat empat hak yang melekat dalam diri manusia diantaranya, hak personal, hak legal, hak sipil, dan hak politik.
Di Indonesia khususnya, hak asasi manusia dimuat dalam Tap MPR No. XVII/1998 meliputi, hak untuk hidup, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan dan hak kesejahtraan.
Hak tersebut tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun terlebih oleh negara.
Masa Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan untuk pemerintahan Suharto. Pada masa Orde Baru, aktifitas serikat buruh benar-benar dibatasi. Selama 32 tahun berkuasa, Suharto berupaya menghancurkan kekuatan buruh dengan cara penghancuran fisik maupun secara psikologis.
Seperti pernyataan Hakim Ketua Internasional People’s Trubunal 1965 (IPT 65), Zak Yacoob yang digelar di Den Haag, Belanda pada November 2015 lalu, bahwa pelanggaran HAM berat benar terjadi. Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dibubarkan, anggota-anggotanya dibantai secara massal dan propaganda palsu yang menyalahkan serikat buruh komunis, disebarluaskan.
Pemerintah juga melarang pendirian organisasi buruh secara independen. Organisasi buruh dibatasi dan berada dibawah kendali pemerintah, yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) sebagai organisasi tunggal untuk buruh yang diakui oleh pemerintah.
Setiap penolakan terhadap kebijakan dengan mudah dituduh komunis dan subversif. Akhirnya, tidak ada organisasi buruh yang memperjuangkan hak perburuhan secara luas dan terbuka.
Pemerintah menerapkan kebijakan perburuhan yang disebut sebagai hubungan industrial Pancasila (HIP). TNI diberikan wewenang dalam menyelesaikan sengketa perburuhan yang berujung pada pembungkaman protes-protes buruh.
Kasus Marsinah menjadi salah satu kasus perburuhan yang tidak terpecahkan. Marsinah, adalah buruh perempuan yang bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS) yang menuntut kenaikan upah.
Pada saat menuntut kenaikan upah tersebut 13 rekan Marsinah dibawa ke Kodim Siduarjo, atas tuduhan menghasut. Saat Marsinah memberanikan diri datang untuk menanyakan nasib rekan-rekanya, Marsinah hilang dan ditemukan telah menjadi mayat tiga hari kemudian.
Era Reformasi
Era Reformasi bergulir di tahun 1998 saat Presiden Suharto dipaksa turun dari jabatannya. Organisasi buruh mulai berkembang. Organisasi buruh terdiri dari konfederasi, federasi dan serikat pekerja di tingkat perusahaan. Gerakan buruh guna menuntut mulai meluas dan terbuka.
Proses terbukanya ruang demokrasi di harapkan dapat membawa perbaikan nasib buruh dalam upaya penegakan HAM. Namun 17 tahun berjalan, berbagai kalangan merasa upaya penegakanya dinilai berjalan lamban. Bahkan ada yang mengatakan, reformasi bukan jawaban untuk menuntaskan persoalan yang dihadapi buruh.
Berbagai persoalan ditumpulkan akibat lemahnya penegakan hukum dan HAM untuk buruh, kriminalisasi, persoalan tunjangan, diskriminasi terhadap buruh perempuan, masalah pengupahan, nasib buruh kontrak dan outscourcing, masih menjadi isu yang menimpa kaum buruh.
Hal serupa disampaikan Analis Ekonomi dan Politik Labour Institute Indonesia, Andy William Sinaga. Penegakan dan eksistensi HAM untuk buruh masih lemah, khususnya pada masa Jokowi-Jusuf kalla.
Menurut Andy, dalam konteks kebebasan berserikat, walaupun kebebasan berserikat telah diakui UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh, namun pemberangusan serikat buruh atau union busting masih tinggi khususnya terjadi di perusahaan manufaktur.
Dari segi jaminan sosial dan diskriminasi upah belum sepenuhnya dipenuhi oleh perusahaan. Terlebih lagi dengan kehadiran PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan yang mendapatkan penolakan sebagian besar serikat buruh. Peraturan baru ini menghilangkan fungsi negosiasi serikat pekerja.
Pada akhir tahun 2016, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mencatat, layanan bantuan hukum terhadap kaum buruh menjadi kasus terbanyak yang ditangani mengungguli kasus-kasus lain seperti kekerasan oleh aparat, persoalan tanah dan perumahan.
Secara umum, jumlah penduduk bekerja di Indonesia mencapai 120,8 juta orang. Jumlah yang signifikan ini memberi arti sangat diperlukan penegakan HAM dalam bidang perburuhan.
Di samping itu terbukanya ruang demokrasi di era reformasi sekarang ini buruh sudah seharusnya berani menuntut hak-haknya.**
Kontributor: Muhammad Aras – Mahasiswa berdomisili di Kota Palu Sulawesi Tengah