Solidaritas.net | Malaysia – Pemerintah Malaysia kembali mendeportasi sebanyak 125 buruh migran Indonesia (BMI), beberapa waktu yang lalu. Para buruh migran tersebut dipulangkan ke Tanah Air melalui Pelabuhan Tunontaka, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, dengan menggunakan KM Purnama Ekspress yang biasa melayani rute Nunukan – Tawau, Sabah.
Berdasarkan surat pengantar dari Kantor Imigrasi Malaysia di Tawau Nomor IM 1o1./S-TWU/E/US/1130/1-6(27) tertanggal 31 Desember 2014, sebanyak 125 BMI tersebut dipulangkan dari Pusat Tahanan Sementara Tawau, yang terdiri atas 108 orang laki laki dewasa, 16 perempuan dewasa dan 1 anak laki-laki. Kebanyakan BMI yang dideportasi melalui Nunukan sendiri dikarenakan telah memasuki wilayah Malaysia secara ilegal.
Salah seorang BMI tersebut, asal Bulukumba, bernama Sappe (23), mengatakan dirinya ditangkap Polis Diraja Malaysia pada bulan Agustus 2014 lalu, karena tak memiliki dokumen.
“Saya menjalani masa tahanan selama 4 bulan di Tawau. Saya bekerja di perkebunan sawit. Di Malaysia tiada yang menjamin. Rencana mau balik kampung,” cerita Sappe kepada wartawan pada Senin (05/01/2015), seperti dikutip dari portal berita Kompas.com.
Sementara itu, BMI lainnya yang berasal dari Toraja, Melly (35), mengaku malah terpaksa melahirkan bayi laki-lakinya yang bernama Idham (3 bulan) di Pusat Tahanan Sementara Tawau. Dia juga ditangkap oleh Polis Diraja Malaysia karena tidak memiliki dokumen.
“Saya dipenjara 4 bulan lebih. Saat melahirkan ada kemudahan. Untuk melahirkan dibawa ke rumah sakit. Saya ikut suami pekerja kebun. Saat ini suami masih di Tawau. Nanti akan ke tempat saudara di Nunukan,” ujar Melly yang akan menunggu dijemput suaminya.
Meski sudah dipulangkan, kebanyakan BMI tersebut diduga masih saja kembali ke Malaysia secara ilegal. Ini terjadi karena minimnya penanganan pemulangan BMI di Nunukan. Setelah didata BP3TKI Nunukan, mereka akan dijemput penjamin dan menghilang entah kemana. Menanggapinya, Ketua BP3TKI Nunukan Edy Sujarwo mengaku tidak bisa berbuat banyak.
“Kita tidak bisa berbuat apa-apa karena keterbatasan BP3TKI. Kita tidak memiliki tempat untuk menampung mereka. Dan kebanyakan BMI deportasi ini akan memilih ikut penjamin daripada bermalam di penampungan BP3TKI,” ujarnya terkait praktek penjamin BMI itu.
Pada kesempatan lain, Sudjarwo menyebut jumlah WNI yang menjadi BMI di Sabah selama 2014 mencapai 3.853 orang. Semua BMI itu terdata menggunakan kartu tenaga kerja luar negeri (KTKLN) yang diterbitkan oleh BP3TKI Kabupaten Nunukan, atau melaporkan diri sebelum berangkat keluar negeri. Jumlah terbesar ada di Januari, sebanyak 1.798 orang.
Sementara itu, Kantor Imigrasi Nunukan malah mencatat jumlah yang berbeda. Menurut Kepala Pos Unit Tempat Pemeriksaan Imigrasi Pelabuhan Tunontaka, Nasution, ada sebanyak 9.433 WNI yang menjadi BMI di Sabah dengan menggunakan dokumen resmi.
“9.433 WNI ini merupakan buruh migran resmi dengan dilengkapi dokumen, visa kerja dan kotrak kerja dari perusahaan yang dituju di Sabah,” ucapnya dilansir AntaraNews.com.
Bahkan, jumlah itu bisa bertambah. Pasalnya, dari 73.503 WNI yang terdata berangkat ke Sabah melalui pelabuhan tersebut menggunakan paspor 48 halaman, tidak tertutup kemungkinan sebagian besar juga pergi bekerja ke negeri jiran itu tanpa dokumen resmi.