(bagian 1, bersambung)
Seratus hari setelah menduduki kursi kepresidenan pada 1 Januari, 2003, Luis Ignacio “Lula” da Silva dan pemerintahan Partai Buruh (PT) Brazil telah menunjukkan komitmennya untuk melaksanakan kebijakan ekonomi neolioberal, seperti yang diharapkan oleh Washington. Satu pertemuan antara IMF dan Bank Dunia pada bulan April lalu memuji pemerintahan Lula, dan mendorongnya untuk menjalankan rencana “reformasi” program pensiun serta privatisasi sebagian dari bank sentral negara.
Pemerintah Partai Buruh mengusulkan pengurangan massal dalam anggaran pensiun, terutama bagi para buruh sektor publik, serta privatisasi sebagian dari lembaga dana pensiun. Dalam gaya layaknya sosial demokrati sejati, “reformasi” ditampilkan dalam satu kampanye demagogik (bual-bualan) yang seolah-olah pemerintahannya sedang melawan sejumlah kecil pekerja sektor publik yang bergaji tinggi, yang nilai pensiunnya bisa menjulang hingga 16.000 dollar per bulan. Namun makna sejati dari reformasi tersebut sesungguhnya adalah untuk membebaskan sekian milyar dollar dari simpanan publik untuk menutupi (menalangi) keringanan (pengurangan) pajak bagi kaum kaya.
Reformasi pensiun menunjukkan ketajaman politik kaum neoliberal PT. Jika mereka dapat mengalahkan kaum oposisi dalam persoalan pensiun tersebut—yang, secara khusus, gerakan buruh juga menyatakan menentangnya—maka serangan lebih jauh, dengan target memotong penghasilan buruh dan (sekaligus) memperlemah kekuatan serikat, akan menjadi lebih mudah.
Sebuah Pemerintahan Kaum Kapitalis Besar
Dalam anggaran pertamanya, pemerintah PT membatalkan pengeluaran senilai 3,9 milyar dolar. Itu termasuk pemotongan upah minimum dari 69 dolar per bulan menjadi 67 dolar per bulan. Jumlah tersebut, jika dihitung bersama nilai inflasi, menjadi lebih kecil dari level (tingkat) yang ditentukan pemerintahan konservatif sebelumnya, Fernando Cardoso. Sebuah artikel dalam situs Rebellion tertanggal 21 Maret menampilkan analisis James Petras yang memperkirakan bahwa jumlah pemotongan subsidi sosial yang, bahkan, mencapai 35,4% dari pengurangan anggaran.
Pemotongan anggaran juga dilakukan dalam program Lula, yang banyak digembar-gemborkan sebagai “Zero Hunger” (Bebas Lapar), kini hanya menyisakan 492 juta dolar untuk mengatasi problem 40 juta rakyat Brazil yang kekurangan gizi. Itu berarti dana yang dianggarkan untuk kaum lapar hanya berkisar $ 2,5 sen per hari.
Sesungguhnya, tak ada satu pun dari “program sosial” yang dijanjikan Lula—Bebas Lapar, Lapangan Kerja Terutama untuk Kaum Muda dan Proyek Kerja Publik—menerima alokasi anggaran yang signifikan. Sekadar menegaskan, tak sepeserpun dicairkan dari 1400 juta real Brazil yang seyogianya akan dialokasikan pada pemerintah negara bagian untuk mengurusi pekerjaan publik. Hal yang sama juga terjadi terhadap 700 juta real yang dijanjikan bagi anggaran perumahan.
Pemerintah PT telah mengadopsi (menerima) prinsip-prinsip dasar kebijakan neoliberal. Ukuran-ukuran proteksionis (perlindungan) telah ditiadakan, karena pemerintah PT lebih memilih untuk me-lobby Washington demi peraturan “pasar bebas”. (JJ)
(bersambung)
Pemerintahan Partai Buruh Yang Anti Buruh (bagian 2)
Pemerintahan Partai Buruh Yang Anti Buruh (bagian 3)
Pemerintahan Partai Buruh Yang Anti Buruh (bagian 4)
Pemerintahan Partai Buruh Yang Anti Buruh (bagian 5)