Pemutusan Hubungan Kerja

0
© Adi Setiawan / Melukis.net
© Adi Setiawan / Melukis.net

Solidaritas.net | Setiap buruh dikerahkan untuk  berusaha memberikan seluruh kemampuannya demi meraih target yang ditetapkan oleh perusahaan. Mereka berusaha mendapatkan upah dan juga berusaha agar perusahaan tidak akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja atau yang lebih dikenal dengan singkatan PHK. PHK merupakan momok terbesar tidak hanya bagi buruh outsourcing melainkan juga karyawan tetap. Tak mudah mendapatkan pekerjaan di tengah persaingan yang sangat ketat akibat besarnya angka pengangguran seperti saat ini.

Meskipun nanti setelah PHK, buruh bisa mendapatkan pekerjaan baru, pekerjaan tersebut belum tentu mampu memenuhi kebutuhan buruh dan keluarganya. Lagipula, masa kerja akan dimulai dari nol dan hal ini berpengaruh terhadap hak-hak normatif yang diterimanya. Oleh karena itu, perusahaan tidak boleh memutuskan hubungan kerja dengan buruh begitu saja.

Harus ada alasan kuat yang menyebabkan perusahaan melakukan pengakhiran hubungan kerja yang berakibat pada berakhirnya hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja. Selama ini publik hanya mengenal PHK yang dilakukan oleh perusahaan, tetapi rupanya pekerja juga bisa mengajukan permohonan PHK dalam kondisi tertentu.

Perusahaan hanya bisa melakukan pengakhiran hubungan kerja dengan pekerja dalam beberapa kondisi berikut ini. Hubungan kerja bisa diputus oleh perusahaan jika pekerja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang ada di dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, maupun peraturan perusahaan. Sebelum melakukan pengakhiran hubungan kerja, pekerja tersebut telah mendapatkan tiga surat peringatan dengan jarak enam bulan secara berturut-turut dalam kondisi ini.

(Baca selanjutnya di halaman 2)

Hubungan kerja juga bisa diputus jika ada perubahan status, peleburan perusahaan, atau penggabungan perusahaan sehingga perusahaan tidak bersedia menerima buruh yang bersangkutan dengan status baru perusahaan. Hubungan kerja juga bisa mengalami pemutusan jika perusahaan mengalami kerugian yang berlangsung secara terus-menerus dalam kurun waktu dua tahun atau perusahaan di dalam keadaan memaksa sehingga harus tutup. PHK bisa dilakukan jika perusahaan dalam kondisi pailit. Keputusan PHK bisa diberikan pada pekerja yang meninggal dunia, memasuki masa pensiun, maupun mangkir dari pekerjaan selama lima hari kerja berturut-turut tanpa ada keterangan dan bukti tertulis. Jika buruh melakukan kesalahan yang berat dan telah mendapatkan ketetapan hukum hakim pidana, PHK terhadap buruh tersebut bisa dilakukan oleh perusahaan.

Dalam situasi yang berlainan, bukan perusahaan yang memberikan keputusan untuk melakukan PHK, melainkan pekerja yang mengajukan permohonan untuk diputus hubungan kerjanya. Permohonan ini bisa dilayangkan pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) apaliba perusahaan melakukan beberapa hal termasul menganiaya, mengancam, atau melakukan penghinaan kasar terhada pekerja. Pengajuan PHK juga bisa dilakukan jika perusahaan menyuruh atau membujuk pekerja untuk melakukan hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau perusahaan tidak membayarkan kewajiban berupa upah tepat pada waktunya selama tiga bulan berturut-turut. Permohonan PHK bisa dilakukan jika perusahaan tidak memenihi kewajiban sesuai dengan perjanjian atau memerintahkan buruh untuk melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian.

Di dalam UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal-pasal mengenai PHK dapat dipelajari pada pasal 155, 158, 164 dan 169.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *