Penangkapan 18 Aktivis, Korban Sebut Tindakan Polisi Berlebihan

Solidaritas.net, Jakarta – Meski sudah dibebaskan, kasus penangkapan terhadap 18 aktivis organisasi massa petani Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) oleh petugas Polda Metro Jaya, Senin (20/4/2015) lalu, ternyata menyisakan banyak cerita. Salah seorang aktivis yang menjadi korban dalam kasus penangkapan itu, Ali Paganum menyebut tindakan aparat kepolisian tersebut sangat berlebihan. Bahkan, mereka juga sempat menerima perlakukan tidak enak.

18 tahanan demo KAA
Para aktivis saat dibawa di dalam mobil tahanan. Foto: Ali Paganum.

Diceritakan Ali, penangkapan itu sendiri terjadi saat mereka baru saja akan melakukan aksi demonstrasi di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, sekitar pukul 15.00 WIB. Meski ke-26 orang aktivis itu belum memulai aksi, petugas polisi ternyata sudah menangkap mereka saat berjalan di sekitar Tugu Tani. Sebanyak 18 aktivis yang berada di rombongan paling belakang ditangkap petugas polisi, karena terlihat membawa TOA atau alat pengeras suara.

“Mereka (polisi) sudah menduga (kami) akan melakukan aksi. Maka sambil bertanya, polisi juga langsung melakukan penangkapan. Tapi yang pertama ditangkap memang yang membawa TOA, namanya Jaenab,” cerita Ali kepada Solidaritas.net, Selasa (21/4/2015).

Setelah ditangkap, ke-18 aktivis tersebut dimasukkan ke dalam truk polisi. Mereka pun didata dan diminta tanda pengenal, serta difoto. Pada saat pengambilan foto tersebut, mereka sempat bersitegang karena salah seorang aktivis balik memotret petugas polisi.

“Pihak polisi berusaha untuk merampas HP, namun semua kita melawan. Akhirnya polisi turun dari mobil dan pintu kemudian dikunci,” lanjut Ali, sambil menceritakan bahwa awalnya mereka mau berdemo menolak ikut campur AS dalam Konferensi Asia Afrika 2015.

Tidak hanya itu saja, mereka sempat ditahan lama di dalam truk polisi. Bahkan, ketika sudah sampai di Mapolda Metro Jaya, mereka masih ditahan di dalam truk hingga satu jam.

“Lebih dari satu jam kami dibiarkan dalam mobil, karena perlakuan itu kemudian kami meneriakkan yel-yel di dalam mobil. Ketika kami teriak yel-yel polisi, memukuli mobilnya. Akhirnya kami kemudian dibawa ke Polda. Sesampai di Polda, kami juga tidak langsung diturunkan, tapi mobil yang membawa kami diparkir dan pintunya ditempelkan ke tembok, dan kembali kami dibiarkan lebih dari satu jam,” tambahnya lagi kepada Solidaritas.net .

Sekitar pukul 21.00 WIB, ke-18 aktivis itu kemudian dibebaskan oleh Polda Metro Jaya. Ali dan teman-teman, beserta YLBHI dan LBH Jakarta pun langsung mengadakan konferensi pers terkait kasus penangkapan ini, Selasa (21/4/2015) sekira pukul 11.00 WIB. Selain itu, mereka dan para aktivis lainnya juga berencana akan membuat pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

“Pengaduannya adalah masalah perampasan hak demokratis, kebebasan menyampaikan pendapat. Saya merasa kebebasan saya untuk berekspresi dan berpendapat telah dikekang. Polisi juga sangat berlebihan ketika melakukan penangkapan. Mereka tidak memberikan ruang untuk bernegosiasi dan menjelaskan,” pungkas Ali menutup pembicaraan tersebut.

Tinggalkan Balasan