Pengertian Hubungan Kerja

Dalam buku Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, karya Lalu Husni, hubungan kerja diartikan sebagai hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Pasal 1 angka 15 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.

Foto ilustrasi. Foto: kabarrakyat.co.

Pasal 1 angka 14 UU No. 13 tahun 2003 menyebutkan perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Pakar hukum perburuhan Imam Supomo menjelaskan perjanjikan kerja adalah suatu perjanjian di mana buruh mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dari pihak kedua, yakni majikan, dan majikan mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.

Penjelasan mengenai unsur-unsur dalam perjanjian kerja / hubungan kerja :

1. Pekerjaan

Pekerjaan adalah apa yang diperjanjikan untuk dikerjakan oleh pekerja yang harus dilakukan sendiri oleh buruh. Sesuai dengan KUHPerdata pasal 1603a, buruh hanya dapat digantikan oleh pihak ketiga atas seizin majikan.

2. Perintah 

Buruh diwajibkan mematuhi perintah majikan untuk bekerja sesuai dengan yang telah diperjanjikan.

3. Upah

Upah adalah tujuan utama dari seorang buruh bekerja, untuk mendapatkan upah. Upah dibayarkan sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku dan kesepakatan kedua belah pihak. Seringkali upah lebih banyak ditentukan oleh kemauan pengusaha karena tingkat persaingan yang tinggi dalam mendapatkan pekerjaan. Ada banyak pengangguran, sementara jam kerja panjang hanya menyerap lebih sedikit buruh. Akibatnya, nilai upah turun.

4. Sahnya perjanjian kerja

Membuat perjanjian kerja tidak dapat sesuka hati pengusaha, karena ikut campurnya negara di mana dalam pasal 1320 KUHPerdata dan pasal 52 ayat 1 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur syarat sahnya perjanjian kerja:

  1. Kesepakatan kedua belah pihak.
  2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum.
  3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.
  4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian kerja dinyatakan batal demi hukum. Seringkali terjadi kasus di mana pengusaha mengikat buruh dengan perjanjikan kerja yang tidak sesuai dengan UU Ketenagakerjaan, contohnya dalam kasus perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT/kontrak) yang tidak sesuai dengan pasal 59 UU No. 13 tahun 2003.

Tinggalkan Balasan