Solidartas.net, Jakarta – Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyatakan jengah dengan kelakuan buruh yang selalu mengancam demo sampai mogok nasional untuk menuntut kenaikan gaji tinggi. Asalnya pemerintah telah menetapkan peraturan baru yang memberikan kepastian, baik bagi pengusaha maupun buruh sendiri, sehingga demo buruh dinilai tidak perlu dilakukan.
Mantan Ketua Umum APINDO, Sofjan Wanandi meminta buruh berhenti melucuti pengusaha dengan cara-cara lawas, demo dan mogok nasional setiap tahun supaya pemerintah dan pelaku usaha memenuhi tuntutannya.
“Itu cara-cara lama mesti stop lah. Tidak usah lagi ancam-ancam, capek diancam terus. Buat kita tidak ada yang bisa diancam lagi, kita sama-sama susah. Kalau tidak mau kerja, keluar saja, masih banyak kok yang mau bekerja,” tukas Sofjan di Jakarta, Selasa (24/11/2015) dilansir dari liputan6.com.
Dijelaskan pemerintah telah mengeluarkan formula upah terbaru berdasarkan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang diatur dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Menurutnya, penetapan peraturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian dalam lima tahun ke depan kepada pelaku usaha dan investor.
“Yang fair saja, jangan minta hal-hal yang tidak mungkin. Kita saja mempertahankan perusahaan di tengah persaingan seperti ini susah. Jadi formula upah itu harus diterima,” jelasnya
Ditengah ramainya buruh melakukan aksi mogok nasional yang rencananya akan berlangsung 24-27 November, menurut Sofjan, seluruh buruh yang bekerja di perusahaan anggota APINDO total menjalankan aktivitas seperti biasa, tanpa terlibat demo maupun mogok nasional. Dengan demikian, tidak ada kerugian maupun penurunan produktivitas yang ditanggung perusahaan.
“Tidak ada kerugian dan penurunan produktivitas, karena tidak ada buruh kita yang ikut mogok. Tapi kita memang minta pemerintah tegas sesuai aturan main,” tandasnya.
Sedangkan, di pihak buruh menolak kebijakan PP No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan yang menetapkan kenaikan upah berdasarkan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi serta menghilangkan peranan dewan pengupahan. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan upah ditetap oleh pemerintah pusat dengan besar 11,5 % saja dan Dewan Pengupahan harus menyepakati besaran kenaikan upah yang tidak boleh lebih dari persentase tersebut.
“Penolakan PP Pengupahan Nomor 78 tahun 2015 Ini harus terus dikampanyekan karena dengan diterbitkannya PP ini oleh rezim Jokowi, maka buruh telah dimiskinkan secara struktural,” kata aktivis PPMI, Julian, kepada Solidaritas.net, beberapa waktu lalu.
Pemerintah dan pengusaha tidak mendengarkan lagi aspirasi buruh dalam perundingan, sehingga buruh terpaksa mengambil jalan demo dan mogok kerja.