Solidaritas.Net, Bolivia-Indonesia—Kabar gembira untuk buruh di negeri Bolivia, Presiden Bolivia Evo Morales menandatangani dekrit nomor 1754 yang mendukung hak-hak pekerja pabrik untuk mengambil alih perusahaan yang bermasalah.
Dekrit ini mengizinkan buruh secara legal untuk mengambil alih pabrik yang tutup, ditinggal kabur pengusaha, dilikuidasi atau terancam bangkrut. Buruh tidak perlu takut lagi jika pengusaha mengancam kabur, karena pemerintah mendukung sepenuhnya keberlangsungan perusahaan yang diambil alih oleh buruh.
“Dengan adanya dekrit ini, dari sekarang kita bisa berkata silahkan Anda tutup perusahaan Anda, kaum buruh akan menjadi pemiliknya,” kata Evo Morales di hadapan ribuan buruh saat memperingati HUT ke 67 Konfederasi Buruh Bolivia 7 Oktober 2013 lalu, dilansir dari Berdikari Online.
Pengusaha juga diharuskan untuk membuat penawaran pertama kali ke buruh jika ingin menjual pabrik. Buruh bisa membangun perusahaan kolektif melalui majelis buruhnya.
Bertolak belakang dengan kondisi di Indonesia, buruh Indonesia sering khawatir jika mendapatkan ancaman lockout atau penutupan perusahaan dari pihak pengusaha. Hak-hak buruh tidak dijamin oleh negara, bahkan kerap harus melakukan upaya sendiri dalam mempailitkan perusahaan hingga memakan waktu bertahun-tahun. Misalnya, dalam kasus PT Kymco yang ditinggal kabur oleh pengusaha, buruh melakukan upaya pailit dan setelah berjuang selama tiga tahun lebih, baru berhasil menang di Mahkamah Agung pada 2012.
Sebetulnya, upaya menjalankan pabrik sendiri ketika ditinggal pengusaha pernah terjadi di perusahaan Istana Garmen, Tangerang, beberapa tahun lalu. Namun, pabrik tersebut gagal beroperasi secara berkelanjutan karena adanya hambatan dalam hal bahan baku, pemasaran dan manajemen perusahaan.
Dalam kasus PT Sun Creation Indonesia (SCI), Batam, yang ditinggal kabur oleh pengusaha, buruh sebenarnya masih bisa menjalankan pabrik yang memproduksi komponen elektronika tersebut. Tapi, timbul pertanyaan besar di kalangan kaum buruh, “Siapa Buyernya (Pembelinya)?”
Potensi pengambilalihan pabrik banyak terdapat di Indonesia akibat dari persaingan. Perusahaan yang kalah bersaing menjadi bangkrut. Perusahaan bisa diambil alih dan dioperasikan kembali jika saja negara memberikan dukungan. Namun, tidak ada regulasi dari negara yang mengatur hal tersebut.
Jadi untuk bisa mengambil alih pabrik, buruh harus memenuhi syarat adanya regulasi. Artinya, buruh mesti menguasai negara sehingga membuat dan menjalankan kebijakan tersebut. Jika buruh bisa mengambil alih pabrik, maka posisi tawar buruh juga semakin tinggi. Pengusaha tidak mudah lagi mengancam buruh dengan menutup perusahaan.
***
Photo: Presiden Evo Morales (Kredit: http://richardhughes.ca)