Subang – PT Seok Hwa yang berlokasi di Desa Cijoged, Kecamatan Cepeundeuy, Kabupaten Subang tidak bersedia memberikan tunjangan hari raya (THR) pada buruh. Karena itu, buruh melakukan aksi unjuk rasa dan mendirikan tenda sebagai protes di depan gerbang perusahaan, Senin (27/6/2016).
Aksi buruh PT Seok Hwa (Foto: Esti) |
Dalam surat pengumuman, perusahaan beralasan tidak ada lagi dukungan dari Seok Hwa Korea untuk PT Seok Hwa Indonesia sehingga THR yang biasanya diberikan 100 persen kini tidak dapat diberikan. Selain itu, perusahaan juga berdalih target dan hasil penjualan tidak memenuhi target.
“Kurang dan banyaknya penolakan berpengaruh pada proses pembayaran gaji. Begitupun dengan THR tahun ini, perusahaan tidak memiliki uang untuk melakukan pembayaran THR,” demikian tulis pengusaha dalam surat pengumuman yang diberikan kepada buruh pada Senin (20/6/2016).
Akibatnya, 480 orang buruh yang tergabung dalam serikat SPAI FSPMI dan KSBSI 92 melakukan aksi secara spontan pada Selasa (21/6/2016). Dilanjutkan dengan aksi unjuk rasa pada Kamis (23/6/2016) di depan perusahaan dan dilanjukan di kantor Pemda Subang, namun perusahaan tetap menolak membayarkan THR.
Pada Senin (27/6/2016), dilakukan pertemuan antara perwakilan buruh, KOGA (Asosiasi Pengusaha Korea), Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), DPRD dan Pemkab, namun pertemuan tersebut tidak membuahkan keputusan yang memuaskan para buruh.
Dalam pertemuan itu, Plt BupatiImas Aryumningsih memberikan waktu kepada pengusaha sampai hari Kamis untuk memberikan upah 100% dan THR 50%. Ia mengatakan akan memberikan sanksi administrasi hingga penutupan perusahaan jika pengusaha tak membayarkan THR.
“Kami tetap menolak ini,” kata wakil buruh, Suwira dikutip dari kotasubang.com.
Akhirnya buruh yang tergabung dalam FSPMI memutuskan mendirikan tenda di gerbang perusahaan untuk menguasai aset perusahaan, Senin (27/6/2016).
Sudah sewajarnya jika buruh menolak, sebab keputusan bupati tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pejabat eksekutif malah mengkompromikan pelaksaan aturan yang ada dengan pengusaha. THR yang wajib dibayarkan sebesar 100% untuk buruh yang sudah bekerja selama 12 bulan, malah diperkenankan dibayarkan hanya 50%. Hak buruh lagi-lagi dikangkangi.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan adalah Permenaker turunan dari Peraturan Pemerintah No. 78/2015 tentang Pengupahan. Peraturan ini secara resmi menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
Dalam Permenaker 4/1994, pembagian THR diberikan kepada pekerja dengan masa kerja minimal 3 bulan. Setelah adanya Permenaker No. 6/2016, pekerja dengan masa kerja minimal 1 bulan berhak mendapat THR.
Hal itu tercantum pada pasal 2 ayat 1 Permenaker No. 6/2016. Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, diberikan THR sebesar satu bulan upah.
Sedangkan pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:
“(Masa kerja x satu bulan upah) / 12 = …….”
Adapun sanksi bagi perusahaan yang membangkang masih terbilang ringan. Hanya sebatas sanksi denda dan administrasi, berupa penundaan pelayananan terhadap perusahaan bermasalah. Peraturan yang baru memberikan penegasan akan menutup perusahaan yang melanggar hak buruh atas THR. Namun, berkaca pada pengalaman sebelumnya, belum pernah terjadi kasus diberikan sanksi yang berat bagi pengusaha yang tidak memberikan THR. Tak heran jika kasus pelanggaran pembayaran THR berlangsung setiap tahunnya.
Tahun 2015 lalu, Menakertrans mendata 51 perusahaan di Indonesia melanggar hak THR buruh di mana sebanyak 38 perusahaan tidak memberikan THR sama sekali. Sektor-sektor perusahaan yang melakukan pelanggaran THR meliputi perusahaan yang bergerak dalam sektor perkebunan, jasa, pertanian, otomotif, garmen, makanan-minuman, pertambangan, transportasi, kebersihan, media, IT dan perusahaan di bidang kertas.
Bang,, mohon di hapus berita ini,, karena sangat menggangu pemberitaan tentang perusahaan kami, yang mengakibatkan pandangan lain terhadap buyer2, sehingga order kami pun berkurang, yang hawatir berpengaruh juga terhadap penggajian karyawan kami