Perbedaan Pendapat Hakim Adhoc Terhadap Union Busting

union bustingSolidaritas.net, Semarang – Dugaan praktek pemberangusan serikat buruh (union busting) yang dilakukan oleh PT Newindo Primaniagasatya, mengakibatkan munculnya perbedaan pendapat hakim atau desenting opinion pada sebuah sidang perkara perselisihan hubungan industrial di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Semarang. Peristiwa ini terjadi pada sidang perkara perselisihan hubungan industrial antara PT PT Newindo Primaniagasatya melawan Dwi Anto, seorang buruh di perusahan tersebut.

Majelis Hakim PHI Semarang berpendapat bahwa perintah mutasi yang diberikan oleh perusahaan kepada 18 orang buruhnya, termasuk Dwi Anto, termasuk dalam praktek union busting yang bisa menuju ke ranah pidana. Namun ada salah seorang hakim ad hoc yang berbeda pendapat dan ia menyatakan bahwa putusan union busting belum dapat diberikan sebelum adanya putusan hukum incraht (berkekuatan hukum tetap) dari pengadilan negeri setempat.

Dwi Anto merupakan salah seorang buruh PT Newindo Primaniagasatya, sekaligus anggota Serikat Pekerja Nasional (SPN). Sebagai anggota Serikat Pekerja Nasional, Dwi Anto cukup aktif dalam setiap kegiatan organisasi, terbukti dengan diangkatnya Dwi Anto dari sekretaris menjadi ketua serikat buruh.

Namun pihak pengusaha rupanya tidak berkenan dengan keterlibatan Dwi Anto dalam organisasi serikat buruh tersebut. Terbukti dari keterangan saksi saat sidang di pengadilan, perusahaan berusaha menghalangi Dwi Anto untuk aktif dalam serikat tersebut. Sejak diangkat sebagai ketua serikat, Dwi Anto tidak pernah lagi dilibatkan dalam urusan kantor, termasuk dalam agenda rapat rutin perusahaan. Hingga akhirnya pada 1 Mei 2014 perusahaan yang berkedudukan di Jalan Kolonel Sutarto 105 Surakarta tersebut memerintahkan mutasi pada Dwi Anto bersama 17 karyawan lain ke Klaten.

Tidak terima dengan mutasi yang diperintahkan perusahaan, Dwi Anto menolak perintah mutasi tersebut. Namun penolakan yang dilakukan oleh Dwi Anto justru berujung pada PHK sepihak yang dilakukan dalam kurun waktu 3 minggu setelah perintah mutasi diberikan. Hingga akhirnya Dwi Anto membawa perkara ini ke hadapan PHI Semarang dan ia menggugat perusahaan dengan tuduhan union busting yang melanggar UU Ketenagakerjaan. Union busting merupakan upaya untuk menghalangi buruh untuk bergabung maupun tidak bergabung ke dalam organisasi serikat buruh serta melakukan kegiatan serikat buruh.

Tuduhan Dwi Anto ini bukan tanpa alasan, karena pada saat sidang pemeriksaan perkara, salah satu saksi dari pihak keluarga pengusaha menyatakan bahwa mereka tidak menyukai keberadaan anggota serikat buruh di lingkungan perusahaan. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, Majlis Hakim PHI Semarang melalui putusan nomor 43/Pdt.Sus-PHI/G/2014/PN.Smg, menyatakan bahwa pengusaha terbukti  telah melakukan berbagai upaya untuk menghalangi buruh melakukan kegiatan serikat buruh. Hal ini termasuk dalam pelanggaran pidana berdasarkan UU no.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada pasal 28 ayat (1) huruf a.

Meskipun terdapat desenting opinion atau pendapat hakim yang berbeda, putusan tersebut telah dijatuhkan dan diputus pada tanggal 9 Februari 2015. Majelis Hakim juga memerintahkan perusahaan untuk membayar kompensasi, berupa uang pesangon sebesar 2 kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4) dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang jumlahnya mencapai 41,7 juta rupiah.

Pada dasarnya tindakan union busting atau pemberangusan serikat buruh merupakan tindak pidana, karena dalam UU Ketenagakerjaan yang menyangkut perlindungan terhadap hak untuk berorganisasi, dinyatakan bahwa pelanggaran terhadap hak berorganisasi akan dikenakan sanksi pidana dan dinyatakan sebagai tindak pidana kejahatan. Oleh karena itu perkara di atas semestinya diselesaikan melalui proses dan mekanisme penyelesaian perkara pidana, bukan diselesaikan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Editor: Andri Yunarko

Tinggalkan Balasan