Peringati Hari PRT Sedunia, AMP Hong Kong Tuntut Kesetaraan

Solidaritas.net – Buruh migran memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Sedunia pada 16 Juni 2015 nanti. Dalam rangka memperingatinya, sejumlah buruh migran Indonesia (BMI) di Hong Kong yang tergabung dalam Aliansi Migran Progresif (AMP) menyampaikan tuntutan pada pemerintah, yakni kesetaraan status PRT dengan buruh lainnya. Tuntutan itu disampaikan bersama Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI) dalam aksi unjuk rasa di depan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong, Minggu (14/6/2015) siang.

undangan aksi hari prtDalam keterangannya, AMP-PPRI menyebut pemerintah sebelumnya sudah menyatakan komitmennya untuk meratifikasi Konvensi ILO Nomor 189 tentang Kerja Layak PRT, dan berjanji akan memberikan perlindungan bagi PRT, baik yang bekerja di dalam negeri maupun yang di luar negeri. Namun, hingga saat ini mereka menilai hal itu belum dipenuhi.

“Hingga rezim berganti, kondisi PRT masih diwarnai dengan banyak pelanggaran hak dan kekerasan. Bahkan, status PRT masih belum diakui sebagi pekerja atau buruh,” ungkap AMP-PRRI dalam keterangannya yang diterima oleh Solidaritas.net, Minggu (14/6/2015).

Menurut mereka, pada kenyataannya, kondisi PRT masih jauh dari situasi kesetaraan, keadilan, hak asasi manusia (HAM), dan kesejahteraan. Realitas menunjukkan pelanggaran HAM masih sering terjadi pada PRT yang mayoritas adalah perempuan. Pelanggarannya pun beragam, mulai dari pelanggaran atas hak anak, hak pendidikan, hingga kekerasan dalam berbagai bentuk, karena PRT rentan dengan kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan sosial.

Bahkan, meski sudah ada Konvensi ILO C189 bagi PRT, namun mereka menilai perlindungan hukum baik tingkat lokal, nasional dan internasional tidak melindungi PRT. Kondisi ini pula yang semakin memberi ruang sistematis bagi pelanggaran hak-hak PRT. Oleh karena itu, belajar dari kondisi tersebut, AMP-PRRI merasa penting untuk mengingatkan pemerintah dan wakil rakyat, yang selama ini selalu berpikir menunggu kasus baru mengambil langkah.

“Bagaimana sikap rezim hari ini terhadap kondisi PRT? Yang pasti tidak lebih baik dari rezim-rezim borjuis sebelumnnya. Ketidakpeduliannya pada PRT semakin terlihat dari sikap jahat pemerintah yang melanggengkan aturan-aturan yang hanya berbasiskan keuntungan dan pemasukan pada kas negara. Hal ini dibuktikan dengan terus ditundanya pengesahan RUU (Rancangan Undang-Undang –red) PRT di Tanah Air hingga hari ini,” lanjut keterangan itu.

Selain itu, masih belum disesuaikannya UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN) dengan Konvensi ILO C189 sebagai ajuan perlindungan PRT juga jadi bukti perbudakan modern untuk kepentingan pemerintah. Maka, bertepatan dengan Hari PRT Sedunia, mereka menilai UU itu harus ditolak dan segera dibuat UU yang lebih berpihak pada PRT.

Atas dasar itulah, AMP-PRRI menyampaikan sebanyak 11 tuntutan pada pemerintah, yakni:

  1. Kembalikan sistem demokrasi kepada UUD 1945 yang menjamin hak-hak dasar rakyat;
  2. Ratifkasi semua kesepakatan internasional yang menghapus sistem perbudakan, eksploitasi dan diskriminasi;
  3. Ratifikasi dan terapkan Konvensi ILO C189 sebagai ajuan perlindungan terhadap PRT, baik di dalam negeri maupun di luar negeri;
  4. Segera sahkan RUU PRT di Tanah Air;
  5. Cabut UU PPTKILN dan segera diganti dengan UU yang lebih berpihak kepada buruh migran beserta anggota keluarganya;
  6. Hapuskan hukuman mati;
  7. Berikan upah layak;
  8. Hapus Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) dan privatisasi lainnya;
  9. Berikan jaminan pekerjaan;
  10. Hentikan sistem swastanisiasi dalam penempatan buruh migran di luar negeri (hapus outsourcing); dan
  11. Tolak Road Map 2017.

Sumber:

https://www.facebook.com/pusatperlawananrakyatindonesia/photos/a.672703432863307.1073741829.670078799792437/672703422863308/?type=1

Tinggalkan Balasan