Sukabumi – Setelah dua minggu lebih melakukan aksi kampanye pembagian selebaran yang menuntut pembayaran tunjangan hari raya (THR), GSBI Sukabumi telah memasuki tahap akhir dari kampanye aksinya, Rabu (29/6/2016). Melalui pembagian selebaran tersebut, GSBI banyak mencapai hal positif bagi perkembangan serikat.
GSBI Sukabumi (Foto: langkahjoeang.wordpress.com) |
Salah satu capaiannya adalah banyak buruh dari berbagai perusahaan yang menghubungi kantor dan kontak GSBI Kabupaten Sukabumi untuk meminta bergabung dengan GSBI.
“Hingga saat ini sudah tiga perusahaan dimana buruhnya minta dibangun serikat GSBI. Buruh yag meminta bergabung dengan GSBI ada yang dari sektor garmen,” tutur Sekretaris DPC GSBI kabupaten Sukabumi, Arif Hasan dikutip dari langkahjoeang.wordpress.com
Kampanye THR yang dilakukan oleh GSBI Sukabumi tidak hanya untuk memperjuangkan kepentingan buruh, tetapi juga melibatkan lebih banyak buruh untuk berjuang bersama dengan bergabung ke serikat pekerja. Langkah ini merupakan bentuk pengorganisiran yang menyasar pabrik-pabrik yang belum ada serikat pekerjanya.
Akibatnya seluruh buruh hanya menerima THR tanpa mengetahui haknya, tanpa mengetahui besaran jumlah THR misalnya. Sehingga diperlukan pembagian selebaran berisi penjelasan mengenai aturan THR agar seluruh buruh paham akan haknya.
Menanggapi capaian positif itu, sekretaris GSBI DPC Tangerang, Kokom Komalawati menuturkan, mendirikan serikat bukanlah pekerjaan mudah. Dari pengalamannya, Ia pernah diiming-imingi jabatan ketika akan mendeklarasikan serikat. Bahkan manajemen perusahaan kadang menyarankan agar mendirikan serikat selain GSBI.
“Terlebih dulu, GSBI akan melakulan diskusi soal kondisi pabrik, persoalan di pabrik dan lain-lain. Lalu dilanjutkan pendidikan, kalau sudah matang dan sudah siap semua baru deklarasi,” jelasnya
Tahapan tersebut dianggap penting untuk ‘membekali’ buruh karena resiko dari mendirikan serikat bisa berupa mutasi sampai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Tidak hanya itu, apabila perusahaan tidak menerima serikat buruh, biasanya perusahaan tidak mau memberikan fasilitas.
“Pembekalan kepada buruh penting agar buruh tahan ‘banting’,” tegasnya.
Sebab tidak semua perusahaan mengizinkan keberadaan serikat pekerja, meskipun sebenarnya hak berserikat sudah diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2000. Di pasal 28 dinyatakan “siapapun dilarang menghalang-halangi buruh/pekerja berserikat dengan cara melakukan mutasi, PHK, kampanye Anti serikat…”
Bagi yang melanggar peraturan ini diancam pidana penjara dan denda sebagai disebutkan dalam pasal pasal 43 UU No.21 Tahun 2000, yang berbunyi:
“Barang siapa yang melakukan tidakan Pasal 28 (menghalangi buruh berserikat ) maka di kenakan sanksi pidana paling singkat 1 Tahun dan paling Lama 5 Tahun dan denda minimal Rp100.000.000 (seratus juta), maksimal Rp.500.000.000 ( Lima Ratus Juta) dan pidana yang dimaksud adalah pidana kejahatan,”
Namun, hak-hak buruh masih saja dilanggar oleh pengusaha melalui berbagai cara, salah satunya intimidasi. Tidak sedikit pengusaha yang melakukan pelanggaran, tetapi jarang ditemukan pengusaha yang dikenakan sanksi berupa denda, apalagi pidana kurungan (penjara).
Capaian positif kampanye THR ini selain meningkatkan minat buruh yang bergabung dalam serikat pekerja, juga adanya sejumlah perusahaan yang memberikan THR di atas peraturan yang berlaku.
“Di beberapa perusahaan, buruh memperoleh hasil yang baik dan mendapatkan THR hingga 200%,” pungkasnya.