Pada 21 Februari 2020, buruh AICE melakukan mogok kerja dan serangkaian aksi protes yang dipicu oleh permasalahan kondisi kerja, upah, dan ditemukannya lebih dari 20 kasus keguguran yang menimpa buruh perempuan. Penurunan upah akibat penurunan sektor dan buruh hamil yang dipekerjakan pada malam hari, menjadi isu utama gerakan ini.
Pasal 54 Ayat (1) Perda Kabupaten Bekasi No. 4 Tahun 2016 tentang Ketenagakerjaan menyatakan: “Pengusaha dilarang mempekerjakan Pekerja/Buruh perempuan pada malam hari sejak dinyatakan hamil sampai dengan melahirkan dan dimasa menyusui sampai bayi berusia 24 (dua puluh empat) bulan.”
Selanjutnya dalam Ayat (5) dinyatakan: “Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (4) dikenakan sanksi pidana.” Namun, tidak ada penindakan pidana terhadap fakta buruh hamil telah dipekerjakan pada malam hari sejak tahun 2018.
Informasi resmi dirilis oleh Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (FSEDAR) selaku serikat yang menaungi buruh AICE dalam kasus ini: Rangkuman Kasus AICE.
Masalah-masalah yang diharapkan untuk diselesaikan adalah:
- Buruh hamil yang dipekerjakan shif malam
- Faskes BPJS yang sering menolak rujukan dan memberikan SKD (surat keterangan dokter).
- Skorsing dan PHK semena-mena.
- Surat Peringatan yang semena-mena.
- Peraturan Perusahaan yang bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
- Mutasi dan demosi sewenang-wenang.
- Perlakuan atasan yang tidak manusiawi.
- Diduga Produksi tercemar Mikroba tetapi tetap dijual.
- Buruh kontrak yang dilanggar hak Hukumnya seharusnya menurut UUK menjadi buruh. tetap – tapi malah di-PHK dan buruh kontrak baru direkrut dengan melanggar hokum.
- Diduga ada diskriminasi dan pemberangusan serikat.
- Bonus dibayar dengan Cheque kosong.
- Tunjangan tetap hanya Rp.35.000 terdiri dari level (golongan dan jabatan) Rp. 30.000 dan tunjangan masa kerja Rp. 5000 tanpa tunjangan pendidikan, kompetensi dan keluarga.
- Cuti haid dipersulit.
- Belum ada Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
- Struktur dan skala Upah ditentukan sepihak, padahal penggolongan Jabatan dan Upah Pokok yang belum disepakati oleh serikat.
- Diduga mediator Disnaker tidak netral, karena mengeluarkan Anjuran padahal undangan perundingan baru dikirimkan satu kali.
- Diduga polisi tidak netral, dan tentara masuk ke perusahaan diduga melanggar Protap untuk mengamankan perusahaan belaka.
- Manajemen diduga menghalangi dan memberikan tindakan balasan terhadap pemogokan.
- Peralatan dan sarana Kerja dibagian tertentu masih manual (tradisional) sehingga beban kerja menjadi berat dan mengakibatkan sakit hernia .
- Diduga terjadi pencemaran lingkungan, dan diduga masih ada kebocoran amoniak, yang sering membuat buruh sesak nafas.
- Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) belum diperiksa dengan baik.
Berikut rentetan perkembangan perlawanan buruh AICE yang berhasil kami himpun:
Daftar Isi
29 November 2020 – Buruh Geruduk Lagi Aice Tambun
Bekasi – Buruh terus melakukan aksi ke distributor Aice. Kali ini, buruh melakukan demonstrasi di depan distributor Aice Tambun, Minggu (29/11/2020).
“Kami datang ke sini untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Karena apa? Karena es krim yang di sini adalah produksi PT. Alpen Food Industry. Kesejahteraan buruh jauh dari kata baik, saat buruh menuntut, malah dikenai PHK sepihak,” kata seorang orator.
Dalam orasinya, buruh mengajak warga agar ikut memboikot Aice sebagai bentuk penghormatan terhadap perempuan. Permasalahan ini terkait dengan temuan lebih dari 20 buruh perempuan di pabrik Aice alami keguguran.
Kondisi buruh hamil adalah dipekerjakan pada malam hari, masih dikenai target dan diharuskan mengangkat barang berat. Hal ini terungkap dari testimoni buruh-buruh hamil yang dikumpulkan oleh pihak serikat pekerja.
Buruh akan secara reguler melakukan aksi di distributor Aice selama hak-hak mereka dipenuhi.
“Saya siap berjuang seumur hidup saya untuk membayangi Aice. Jangan kira mereka bisa bebas begitu saja setelah apa yang mereka lakukan,” teriak seorang buruh.
Buruh juga menunjukkan bukti transfer uang pisah yang mereka telah kembalikan kepada perusahaan. Buruh menolak uang pisah dan meminta agar perusahaan memulihkan hak-hak mereka.
27 November 2020 – #JanganMakanEsKrimAice Kembali Tren di Twitter
Bekasi – Tagar #JanganMakanEsKrimAice kembali tren di Twitter akibat dari gerakan bersama buruh Aice untuk berkampanye mengenai permasalahan perburuhan yang terjadi di PT. Alpen Food Industry selaku pabrik produsen es krim Aice. Pada pukul 23.54 WIB, 27 November 2020, tagar ini masuk dalam jajaran trending topic dengan 1.217 cuitan.
“mempekerjakan buruh hamil pada malam hari, PHK sepihak terhadap buruhnya, bonus akhir tahun dbayar dengan cek kosong…masih banyak lagi kebobrokan AICE…#janganmakaneskrimaice,” cuit akun @Belong07.
“Ini salah satu prilaku atasan yang tidak manusiawi memarahi buruhnya di kontrakan #JanganMakanEsKrimAice,” cuit akun @AhmadBaidowi21.
Cuitan ini merujuk pada video salah seorang atasan di pabrik Aice mendatangi kontrakan buruh dan melabrak buruh tersebut, dengan alasan statusnya di-screenshot dan dibagikan.
Info #BoikotAice
Salah seorang atasan di AICE PT AFI melabrak buruh setelah status dia di-capture dan dipos ulang. (Thread) pic.twitter.com/khWE4Uhx0m
— Sarinah (@sherrrinn) March 28, 2020
Menurut Saiful Anam, selaku kuasa hukum buruh, munculnya trending #JanganMakanEsKrimAice adalah bukti bahwa buruh masih memperjuangkan hak-hak mereka.
“Buruh masih menolak uang pisah yang ditawarkan oleh perusahaan, karena PHK bukan solusi masalah ini,” kata Saiful.
24 November 2020 – Buruh AICE Berdemo di Distributor Aice di Kranji
Bekasi – Buruh AICE melakukan aksi unjuk rasa di depan distributor AICE Kranji yang beralamat di Kawasan Pergudangan Bizpark 3 Blok D No. 7 Jl. Sultan Agung, Kali Baru, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi
Dalam aksi kali ini, buruh AICE yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak setelah mempermasalahkan kondisi kerja, kembali menyerukan pemboikotan produk Aice sampai dengan hak-hak buruh dipulihkan seperti sediakala. Buruh menolak uang pisah dan menuntut hak atas pekerjaan yang layak.
“Permasalahan kondisi kerja tidak seharusnya diselesaikan dengan PHK. Jika terus-menerus dibiarkan, maka setiap ada masalah di perusahaan, bukannya memperbaiki kondisi, perusahaan ambil jalan gampang dengan memecat buruh-buruh yang mengkritisi hal itu,” kata kuasa hukum buruh, Saiful Anam, saat dimintai keterangannya.
Setelah melakukan aksi, buruh juga berdemo di kantor BPJS Pusat untuk mengadukan pemutusan layanan BPJS yang dilakukan oleh BPJS Kabupaten Bekasi terhadap buruh AICE.
“Dalam aturannya, korban PHK mendapatkan layanan BPJS gratis selama enam bulan, tetapi diputus begitu saja,” terang Saiful Anam.
Masalah ini telah diadukan kepada Ombudsman, termasuk keberadaan nota pengawasan yang dinilai “abal-abal” karena tidak memiliki dasar pelaksanaan pemeriksaan yang jelas.
10 November 2020 – Demo bergilir, Buruh Aice Unjuk Rasa di depan Distributor AICE Karawang
Karawang – Buruh Aice yang menjadi korban PHK sepihak, masih terus menolak PHK tersebut. Mereka kali ini mendatangi distributor Aice di Bandung untuk mendeklarasikan tuntutannya dalam menolak pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meminta perbaikan kondisi kerja.
“Saya masih tetap berjuang dan tidak menginginkan pesangon,” kata Baidowi, seorang buruh AICE. Dia mengikuti aksi di sela-sela pekerjaannya sebagai pedagang buah-buahan. Setelah dikenai PHK dan BPJS-nya diputus, dia mencari nafkah dengan berdagang buah secara online.
Tak hanya mendatangi distributor Aice, buruh juga kembali mendatangi UPTD Pengawas Wilayah II Karawang di daerah Teluk Jambe, Kabupaten Karawang.
Dalam aksi dan audiensi, buruh mempersoalkan kinerja pengawas yang dinilai tidak profesional. Buruh memprotes munculnya nota pengawasan yang menjadi dasar BPJS memutus layanan BPJS Kesehatan buruh.
“Kok bisa surat perintah pemeriksaan dibuat tanggal 28 Februari 2020, notanya juga dibuat tanggal 28 Februari dan pemeriksaan lapangan juga dilakukan pada tanggal 28 Februari,” kata Fajar Juniarto, perwakilan buruh AICE.
Dalam audiensi, Fajar dan rekan-rekan tidak terima saat pihak Pengawas Ketenagakerjaan mengatakan bahwa kesalahan ini timbul dari siswa SMK yang sedang magang.
“Pengawas menyebut ini produk anak SMK,” kata Fajar. Menurut Fajar, pihak pengawas juga mengakui bahwa hal ini terjadi karena adanya kesalahan dari pihak pengawas.
“Seharusnya pengawas meminta maaf dan membatalkan nota, tetapi tidak dilakukan,” terangnya.
9 November 2020 – Buruh Aice Datangi Distributor di Bandung
Buruh AICE mendatangi kantor distributor AICE di Bandung yang terletak di Jalan Parakan III, Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat. Menurut salah seorang orator, kasus ini telah berjalan selama sekitar delapan bulan. Buruh menolak pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak karena meyakini pemogokan yang dilakukan adalah mogok sah.
Dasar pemogokan ini juga jelas karena telah gagalnya perundingan upah, telah dirundingkannya permasalahan ibu hamil yang dipekerjakan pada malam hari serta kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang harus dibenahi.
Uniknya, saat seorang pekerja berorasi yang mengutarakan adanya pemotongan upah Rp100 ribu di salah satu distributor AICE. Sebuah suara terdengar dari dalam lingkungan perusahaan, “Bukan Rp100 ribu, tapi Rp200 ribu!”.
“Bukannya memenuhi tuntutan kami, pengusaha malah menggunakan BuzzeRp di media sosial untuk menyerang tuntutan kami,” kata Fajar, salah seorang pekerja yang menjadi korban PHK.
25 Agustus 2020 – Buruh Aice Adukan Permasalahan AICE ke Parfi
Buruh AICE kembali melakukan aksi pada 25 Agustus 2020. Kali ini buruh mendatangi Kantor Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) di Jalan H. R. Rasuna Said No. Kav C22, RT.2/RW.5, Karet Kuningan, Jakarta Selatan.
Buruh menyerukan agar artis tanah air mendukung perjuangan buruh AICE dengan tidak mempromosikan AICE selama masih melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mengabaikan hak-hak buruh hamil korban keguguran serta buruh hamil yang dipekerjakan pada malam hari.
“PARFI harus ikut bertanggung jawab terhadap kondisi buruh AICE yang bekerja di PT. Alpen Food Industry dengan menegur artis anggota yang mempromosikan es krim AICE tanpa mempertimbangkan rasa kemanusiaan dan kondisi buruh,” kata perwakilan buruh AICE, Fajar Junianto.
Menurut Fajar, buruh yang dikenai PHK mencapai 469 buruh, termasuk buruh korban keguguran dan buruh hamil yang dipekerjakan pada malam hari.
Lima perwakilan buruh melakukan audiensi dengan empat perwakilan PARFI. Salah seorang buruh hamil keguguran, DN, mengisahkan dirinya dipekerjakan pada malam hari.
“Iya, saya merupakan buruh yang mengalami keguguran dan dipekerjakan pada malam hari (shift 3) dalam kondisi hamil,” kata DN.
DN adalah buruh PT. Alpen Food Industry yang bekerja di bagian statistik yang terdiri dari mengangkat gulungan plastik dengan berat 10 – 12 kilogram, melipat kardus dan mengerjakan dua pekerjaan sekaligus ketika buruh yang lain istirahat bergilir. Ketika hamil, dirinya juga mengaku masih dikenakan target. Selengkapnya: Suarakan “Cari Uang Harus Punya Hati”, Buruh AICE Mengadu ke PARFI
10 Agustus 2020 – Serikat Buruh Minta PKB Bertanggung Jawab Atas Kasus Buruh Aice
Pada 10 Agustus 2020, ratusan buruh AICE kembali mendatangi kantor DPP PKB dan Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) untuk menyuarakan tuntutan mereka. Buruh menolak dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dan menuntut permasalahan upah dan kondisi kerja diselesaikan.
Salah satu masalah yang paling krusial, adalah terjadinya lebih dari 20 kasus keguguran yang menimpa buruh perempuan di PT. Alpen Food Industry. Permasalahan ini dikaitkan dengan kondisi kerja buruh perempuan hamil yang masih dipekerjakan pada malam hari yang tidak sesuai dengan ketentuan Perda Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi.
Banyak buruh yang mengaku tidak mendapatkan keringanan kerja saat dalam kondisi hamil. Tidak ada perlakuan khusus. Sebuah dokumen surat membuktikan perempuan hamil usia lima bulan ke atas masih dipekerjakan pada pukul 6 sore sampai dengan jam 11 malam hari.
Permasalahan ini telah dilaporkan ke Pengawas Ketenagakerjaan sampai Kementerian Tenaga Kerja. Bahkan buruh telah bereaksi keras dengan melakukan pemogokan akibat tidak tercapainya kesepakatan upah selama perundingan lebih dari lima kali. Buruh telah mengadu ke Ombudsman dan DPR, namun sampai hari ini tidak ada kejelasan atas nasib mereka.
Baca selengkapnya:
- Buruh Aice Tidak Akan Berhenti Bersuara
- Serikat Buruh Minta PKB Bertanggung Jawab Atas Kasus Buruh Aice
16 Juli 2020 – Protes PHK Massal, Buruh AICE Datangi Kantor Pusat
Setelah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak secara massal, buruh AICE PT. Alpen Food Industry kembali melakukan aksi di depan kantor pusat AICE di Jakarta Utara, Kamis (16/7/2020). Buruh memprotes PHK massal dan kondisi kerja yang tidak manusiawi yang terjadi PT. Alpen Food Industry, pabrik AICE yang berlokasi di Kawasan MM2100.
Dalam orasinya, perwakilan buruh mengecam kondisi kerja yang diduga mengakibatkan lebih dari 20 buruh perempuan hamil mengalami keguguran sejak 2019.
“Buruh juga dipekerjakan dengan sistem rolling, dipersulit mengambil cuti, izin sakit dan cuti haid, serta buruh hamil dipekerjakan pada malam hari dan tidak diberikan keringanan dalam bekerja. Selain itu, bekerja di AICE juga masih menggunakan amoniak dan tidak jarang terjadi kebocoran sehingga harus dihirup oleh para pekerja,” kata seorang pekerja dalam orasinya. Baca juga: Protes PHK Massal, Buruh AICE Datangi Kantor Pusat
***
Dokumen ini dibuat untuk kepentingan dokumentasi publik dan diperbarui secara berkala. Tanggal pembaruan terakhir: 25 November 2020