Solidaritas.net | Perlakuan adil di lingkungan pabrik adalah hak bagi semua buruh dimanapun ia bekerja. Banyak perlakuan diskriminatif oleh atasannya yang dialami oleh buruh di lingkungan pabriknya. Mulai dari perlakuan yang kasar sampai yang “diperhalus”. Hal ini dapat memicu kecemburuan dan konflik sosial di antara sesama buruh.
Para pimpinan atau manajemen pabrik yang lebih mengutamakan kepentingan golongan mereka sendiri, kerap memperlakukan bawahan atau buruhnya secara sewenang-wenang. Serta, manajemen dan para atasan di beberapa pabrik kerap hanya menerima buruh yang memiliki ikatan kekerabatan atau hubungan famili (saudara yang maupun bukan sedarah) dengannya. Di kalangan buruh sendiri dilabeli dengan sebutan “orang bawaan”, yakni buruh mendapatkan perlakuan yang istimewa daripada buruh yang sama sekali tidak memiliki ikatan kekerabatan atau saudara dengan pihak manajemen (atasan) “yang terhormat”.
Dalam hal ini, bentuk perlakuan yang tidak adil di lingkungan pabrik akan sangat berpengaruh terhadap hubungan sosial di lingkungan pabrik itu sendiri. Interaksi antara sesama buruh yang menjadi kaku adalah salah satu dampak dari suatu pabrik yang memberlakukan sistem dinasti. Kemudian, merosotnya semangat kerja yang diakibatkan oleh atasan yang tebang-pilih juga sangat menyiksa batin buruh yang berperasaan. Sehingga, kapasitasnya sebagai buruh yang memiliki nilai kemanusiaan seolah-olah dipandang sebelah mata. Bentuk perlakuan tidak adil di lingkungan pabrik juga berpengaruh pada rasa kenyamanan dan ketenteraman dalam bekerja.
Buruh yang cenderung mendapatkan perlakuan yang tidak adil oleh atasannya ini juga berdampak lebih negatif (buruk) apabila buruh melakukan sebuah kesalahan dalam pekerjaannya, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Hal demikian juga dapat membahayakan mental dan pisikologis buruh itu sendiri. Rasa ketakutan yang tinggi dan tertekan yang mendekati perasaan terancam akibat dari perlakuan (ucapan dan tindakan) dari atasan yang tidak adil, juga sangat memengaruhi buruh dalam melakukan setiap pekerjaannnya.
Menempatkan “orang bawaan” manajemen di posisi yang nyaman seringkali dilakukan oleh beberapa pihak atasan di pabrik yang rata-rata pemiliknya melulu memikirkan keuntungan belaka, tidak peduli dengan kelakuan nepotisme manajemen. Yang penting bagi pemilik modal, “aman” dan “untung”.
Buruh yang diperlakukan istimewa oleh atasan yang memiliki kekerabatan dengannya akan memengaruhi moral buruh itu sendiri menjadi buruk. Akibatnya, ia akan memperlakukan kawan-kawannya dengan perlakuan yang tengik, karena ia merasa dekat dengan atasan, juga ia akan terus-terusan mencari perhatian atasan dengan cara menjatuhkan sesama buruh yang ia rasa tidak senang kapadanya. Orang bawaan macam ini biasa dijuluki dengan istilah “CCTV berjalan”.
Untuk menyikapi hal ini, buruh diharapkan selalu berpikir kritis dan cerdas. Kemudian, apabila buruh mendapatkan permasalahan yang tidak manusiawi, sekecil apapun itu yang berhubungan dengan pekerjaan di pabriknya, disarankan agar memberi tahu serikatnya. Di sini, buruh juga bisa menguji posisi serikat dalam menghadapi berbagai permasalahan, apakah akan membela anggotanya atau tidak.
Menarik sekali artikelnya