Jakarta – Puluhan buruh kembali mendatangi PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB) yang berlokasi di Pulo Gadung, Jakarta Utara, untuk memprotes dugaan pemberangusan serikat pekerja yang dilakukan oleh pabrik spare part Mitsubishi PT Senopati Fujitrans Logistic Services (PT SENFU), Senin (10/12/2018). Buruh membawa poster-poster bertuliskan “Kode Etik FamilyMart dan Mitsubishi Omong Kosong, Tak Bermoral”.
Mitsubishi yang memiliki kode etik penegakan HAM dan anti diskriminasi dinilai hanya omong kosong belaka karena tidak direalisasikan di PT. SENFU. Selain mendatangi PT. KTB, buruh juga menyambangi Graha FamilyMart di Kuningan, Jakarta, untuk memprotes PHK sepihak yang terjadi di gudang FamilyMart, PT Fajar Mitra Indah.
Aksi serupa sebelumnya sudah dilakukan pada 23 November 2018. Buruh tidak akan berhenti melakukan unjuk rasa melawan Mitsubishi selama tuntutan mereka belum dipenuhi.
Aksi ini dipicu oleh pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang dilakukan oleh PT SENFU yang berlokasi di kawasan MM2100, Cibitung ini terhadap 73 buruh pada 12 November 2018.
“Buruh mencatatkan serikat di Disnaker Kabupaten Bekasi pada 6 November 2018. Disnaker mengeluarkan pencatatan dengan tanggal 8 November. Tanggal 13 November PT SENFU melakukan PHK dengan mengembalikan buruh ke yayasan outsourcing,” kata aktivis Komite Solidaritas Perjuangan Buruh (KSPB) yang mendampingi demonstrasi tersebut.
Menurut Damiri, patut diduga telah terjadi tindak pemberangusan serikat pekerja karena seluruh anggota dan pengurus serikat dikenai PHK.
“Kami sedang melaporkan hal ini ke Bagian Pengawasan Ketenagakerjaan Jawa Barat. Semoga unsur pidananya terpenuhi sehingga pengusaha bisa diproses hukum” jelasnya.
Setelah PHK tersebut, buruh mengalami kesulitan ekonomi. Sejumlah buruh terpaksa keluar dari kontrakan karena tak mampu membayar sewa kamar.
“PHK-nya begitu tiba-tiba, tidak ada pemberitahuan dari perusahaan atau surat peringatan sebelumnya,” kata Damiri lagi.
Buruh mendirikan serikat karena kecewa dengan kondisi gudang spare part Mitsubishi yang melakukan diskriminasi terhadap buruh kontrak dan outsourcing.
Buruh tidak diberikan fasilitas transport, pemotongan pajak tanpa SPT tahunan dan ada buruh yang tidak mendapatkan perjanjian kerja. Fasilitas makan juga dibedakan dimana karyawan tetap diberikan makanan menu restoran, sedangkan buruh kontrak dan outsourcing hanya makanan catering yang tidak higienis.
“Buruh sering menemukan ulat di makanannya,” kata Damiri.