Solidaritas.net – Kasus penganiayaan terhadap pelajar kembali terjadi di Indonesia. Kali ini seorang siswi SMP berinisial AU di Pontianak, Kalimantan Barat jadi korban pengeroyokan oleh 12 siswa SMA. Akibatnya, siswi berusia 14 tahun itu terpaksa harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit akibat luka yang dideritanya.
Kasus pengeroyokan pelajar ini dinilai sebagai preseden buruk terhadap dunia pendidikan yang ada di Kota Pontianak. Untuk itu akun bernama Fachira Anindy membuat petisi dengan judul ‘Polda Kalbar, Segera Berikan Keadilan untuk AUxxxx #JusticeForAuxxxx!’ lewat laman Change.org.
Petisi ditujukan pada Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, serta Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah Kalimantan Barat.
“Melalui petisi ini, saya dan pendukung petisi meminta agar Kepolisian Daerah Kalimantan Barat mengusut pelaku pengeroyokan agar segera diadili. Agar AU segera mendapatkan keadilan dan kasus serupa tidak terjadi lagi,” tulis Fachira dalam petisi tersebut. Hingga saat ini, petisi tersebut sudah menembus 3 juta tanda tangan sejak dibuat empat hari lalu, tepatnya mencapai 3.765.410 tanda tangan pada Sabtu (13/4/2019) 1.58 WIB.
Menurut aktivis pembela kesetaraan, Qory Delasera, identitas AY seharusnya tidak dibuka karena masih berusia anak-anak.
“Seharusnya nama korban diinisialkan. Adapun nama pelaku yang masih berusia 17 tahun, juga perlu diinisialkan. Ini dikarenakan dalam perspektif hak anak, masyarakat perlu berperan dalam mewujudkan kepentingan terbaik anak, yaitu melindungi dari segala tindakan kekerasan fisik dan psikis terhadap anak,” kata Qory yang juga adalah seorang feminis ini, kepada Solidaritas.net.
Menurutnya, kekerasan yang menimpa AY bukan saja kekerasan fisik dan psikis, tetapi juga mengambil bentuk kekerasan seksual. Meskipun hasil visum tidak ditemukan adanya pengrusakan alat kelamin, namun polisi menemukan adanya memar di sekitar kelamin korban.
Qory melihat kasus ini adalah cerminan dari masih kentalnya budaya patriarki di dalam masyarakat. Anak-anak menjadi korban dari cara-cara kekerasan yang mereka lihat dari orang dewasa.
“Kekerasan terhadap perempuan adalah suatu upaya penundukkan perempuan dalam masyarakat yang patriarkis,” ujar Qory yang juga memaparkan pentingnya pendidikan dalam keluarga untuk menanamkan nilai-nilai kesetaraan, keadilan dan anti diskriminasi terhadap sesama manusia.
“Maraknya perundungan menunjukkan masyarakat belum berhasil mengajarkan humanisme kepada anak-anak kita,” tutupnya.