PHI Menyatakan Menolak Mutasi Sebagai Tindakan Mangkir

Foto ilustrasi (kredit sinarharapan.com)
Foto ilustrasi (kredit sinarharapan.com)

Solidaritas.net, Bengkulu – Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bengkulu menyatakan, melalui putusan nomor 07/PHI.G/2013/PN.BKL, tertanggal 23 Desember 2013, bahwa menolak mutasi dianggap sebagai tindakan mangkir, sebagaimana dimaksud pada pasal 168 ayat (1) dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Putusan tersebut mengadili perkara antara PT Agra Sawitindo, yang berkedudukan di Jl. P. Emir M. Nor Blok B12 Bandar Lampung, dengan M. Husin, buruh sekaligus ketua serikat pekerja di PT Agra Sawitindo. Perselisihan ini berawal saat M. Husin mendapatkan surat perintah mutasi dari PT Agra Sawitindo untuk pindah lokasi kerja di Way Kanan, Lampung pada tanggal 6 Mei 2013.

M. Husin, yang sedang memperjuangkan kenaikan upah di PT Agra Sawitindo agar sesuai dengan upah sektoral perkebunan dan pertanian yang berlaku, mengirimkan surat menolak mutasi yang dianggapnya semena-mena tersebut. M. Husin menganggap bahwa mutasi yang dilakukan bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) pada pasal 7 ayat (14), yang menyatakan bahwa penempatan tenaga kerja dalam bekerja dilaksanakan berdasarkan asaz terbuka, bebas, obyektif, secara adil tanpa ada diskriminasi.

Pada tanggal 14 Mei 2013, perselisihan pun berlanjut ke proses mediasi oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja Bengkulu Tengah. Namun pada tanggal 15 Mei 2013, pengusaha PT Agra Sawitindo mengeluarkan surat peringatan ke-3 untuk M. Husin terkait penolakannya terhadap perintah mutasi. Tindakan ini dilanjutkan dengan keluarnya surat skorsing terhadap M. Husin pada tanggal 18 Mei 2013 hingga pada bulan Juni 2013, pengusaha PT Agra Sawitindo menyatakan bahwa M. Husin telah mengundurkan diri.

Perselisihan ini pun berlanjut ditangani oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Bengkulu, namun tidak juga didapat kata sepakat. Pengusaha PT Agra Sawitindo juga menyatakan menolak surat anjuran nomor 3149/DTKTRANS-03/2013 yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Bengkulu.

M. Husin pun mengajukan gugatan ke PHI Bengkulu dan ia menuntut agar pengusaha PT Agra Sawitindo membayarkan uang pesangon sebesar 3 kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 2 kali ketentuan pasal 156 ayat (3), uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4) dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, cuti tahunan yang belum dibayar, Tunjangan Hari Raya (THR) yang belum dibayar serta upah proses sejak bulan Juni 2013, senilai total 34,2 juta rupiah.

Namun sebagaimana diterangkan diatas, PHI Bengkulu menyatakan bahwa tindakan M. Husin tergolong sebagai mangkir sesuai pasal 168 ayat (1) dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam putusan tersebut, PHI Bengkulu menghukum pengusaha PT Agra Sawitindo untuk membayarkan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4) dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebesar 10,3 juta rupiah.

Keberatan dengan putusan PHI Bengkulu, M. Husin mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Melalui putusan nomor 311 K/Pdt.Sus-PHI/2014, tertanggal 7 Agustus 2014, Mahkamah Agung justru menyatakan bahwa tindakan M. Husin sebagai pelanggaran terhadap PKB, sebagaimana dimaksud pada pasal 161 ayat (1) dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dan untuk melengkapi keganjilan putusan ini, Mahkamah Agung hanya menghukum pengusaha PT Agra Sawitindo untuk membayarkan uang pesangon sebesar 1 kali ketentuan pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan pasal 156 ayat (3), senilai total 8,4 juta rupiah.

Tidak ada uang penggantian hak, penggantian cuti tahunan, THR yang belum dibayar maupun upah proses selama tidak dipekerjakan, yang harus dibayarkan oleh pengusaha PT Agra Sawitindo sebagaimana diamanatkan pasal 161 ayat (3) dan pasal 155 ayat (3) dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. (AY/RDN)

Sumber website putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Tinggalkan Balasan