
Solidaritas.net – Beberapa waktu terakhir ini marak diberitakan kejadian pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang menimpa ribuan buruh. Beberapa media massa memberitakan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar dan pengaruhnya terhadap biaya ekspor-impor sebagai penyebab PHK massal.
Dilansir dari news.okezone.com, di Jawa Tengah terjadi PHK terhadap 1.305 buruh akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
“Pelemahan ekonomi hingga Agustus 2015 mengakibatkan 1.305 buruh dari sektor garmen, tekstil dan plastik di-PHK karena bahan bakunya rata-rata masih diimpor” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Jawa Tengah, Wika Bintang, di Semarang [1].
Media lainnya, Harianterbit.com, memberitakan ribuan buruh di Jakarta Utara terancam PHK massal akibat kenaikan dolar terhadap rupiah.
“Pantau pada beberapa kawasan buruh, jelas tampak terlihat bahwa nasib buruh yang berada di pabrik semakin tak menentu. Hal itu disebabkan para pengusaha tengah mengalami kerisauan terhadap jalannya perusahaan. Karena selama ini para pengusaha melakukan ekspor importnya dengan menggunakan uang dolar.”[2]
Sepintas alasan yang dikemukakan terlihat benar, namun tidak tepat jika diteliti lebih seksama. Sebab pemerintah, atas kehendak modal melalui IMF, WTO, dan lain-lain, telah memberlakukan kebijakan bebas pajak bagi kegiatan ekspor impor yang dilakukan pengusaha.
Terdapat skema KB (Kawasan Berikat) yang membebaskan bea masuk dan pajak impor, juga KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor) yang membebaskan bea masuk dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) [3]. Kemudian terdapat pula skema FTZ (Free Trade Zone) yang membebaskan bea masuk, PPN, PPN BM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) serta cukai [4], hingga ATA Carnet yang memberikan fasilitas ekspor impor tanpa pengenaan bea masuk dan pajak [5].
Dengan fasilitas-fasilitas ini, nyaris tidak ada beban biaya bagi kegiatan ekspor impor selain persoalan transportasi. Lantas jawaban apa yang lebih masuk akal terhadap penyebab PHK massal tersebut? Melemahnya kurs rupiah terhadap dolar mengakibatkan kenaikan nilai inflasi, yang dipahami juga sebagai penurunan daya beli masyarakat.
Penurunan daya beli menyebabkan banyak barang-barang hasil produksi di pasar yang tidak laku terjual, sehingga meningkatkan suhu persaingan di antara pengusaha. Persaingan yang tujuan utamanya adalah barang-barang hasil produksi mereka dapat terjual di pasar. Dan tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan ini selain dengan cara menurunkan harga, melalui pengurangan biaya produksi.
Dalam sistem kapitalisme, PHK menjadi salah satu solusi yang sering dilakukan pengusaha untuk mengurangi biaya produksi, selain merendahkan upah. Solusi yang justru menjadi penyebab kebangkrutan pengusaha (modal).Sebab PHK dan upah yang rendah (murah), justru membuat daya beli masyarakat semakin rendah, sehingga semakin banyak barang-barang hasil produksi yang tidak terjual. Akibatnya pengusaha (modal) mengalami kekalahan dalam persaingan dan mengalami kebangkrutan.
Di sisi lain, pemberitaan massif ini dilakukan pengusaha (modal) untuk menimbulkan keresahan dan ketakutan yang dapat meredam perlawanan kaum buruh. Ketakutan yang tumbuh subur akibat mayoritas buruh tidak dapat, tidak diajarkan, bahkan dilarang, mempelajari ekonomi politik.
Sehingga kaum buruh tidak melihat dan memperjuangkan solusi yang benar dari krisis ini, yaitu dengan jalan mengurangi keuntungan pengusaha, melalui peningkatan upah dan justru mencegah PHK massal. Sebab dengan meningkatkan upah dan mencegah PHK massal, maka daya beli masyarakat dapat tetap terjaga.
Catatan:
1. http://news.okezone.com/read/2015/08/27/512/1203609/rupiah-lemah-1-305-buruh-di-jateng-kena-phk
2. http://megapolitan.harianterbit.com/megapol/2015/08/26/39502/28/18/Rupiah-Terpuruk-Ribuan-Buruh-di-Jakut-Terancam-di-PHK
3. http://www.bppk.depkeu.go.id/webbc/attachments/646_Ahmad%20Dimyati%20-%20Fasilitas%20KB%20dan%20KITE.pdf
4. http://bisnis.liputan6.com/read/764200/kawasan-perdagangan-bebas-batam-serap-400-ribu-pekerja
5. http://bisnis.liputan6.com/read/2243569/kadin-jadi-penerbit-paspor-sementara-arus-barang-ekspor-dan-impor