Solidaritas.net, Bandung – Memutuskan PHK sepihak dan tanpa alasan yang jelas merupakan bentuk kesewenang-wenangan sekaligus pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal inilah yang menjadi dasar tuntutan Yesaya Budi Handoyo, seorang buruh Perum Pegadaian, kepada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung atas perlakuan Perum Pegadaian terhadap dirinya. Ia telah bekerja pada Perum Pegadaian selama lebih dari 20 tahun sejak tahun 1992 dengan upah sebesar 11 juta rupiah setiap bulannya. Selama bekerja di perusahaan tersebut, Yesaya dinilai bekerja dengan baik dan cukup loyal dalam menjaga nama baik perusahaan.
Namun pada bulan September 2011, Perum Pegadaian memotong upah Yesaya sebesar 50% tanpa alasan melalui surat pemberitahuan pemotongan penghasilan Nomor R.02/Op1.04001/2011 tertanggal 9 September 2011. Pemotongan upah tersebut terjadi secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Sementara klausul pemotongan upah ini tidak tertulis dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati dan berlaku antara buruh dengan pengusaha.
Sebelum protes dilayangkan terhadap pemotongan upah tersebut, Perum Pegadaian kembali mengeluarkan surat skorsing kepada Yesaya yang diikuti dengan PHK tanpa adanya surat peringatan maupun pemberitahuan terlebih dahulu. Tindakan skorsing dilakukan berdasarkan surat Perum Pegadaian nomor R.192/KHI.400324/2011 tertanggal 8 November 2011 dengan perihal skorsing yang melarang Yesaya Budi Handoyo untuk bekerja.
Setelah dikonfirmasi, diketahui bahwa alasan Perum Pegadaian melakukan skorsing, yang berlanjut dengan PHK, disebabkan oleh adanya tuduhan terhadap Yesaya, selaku pimpinan cabang, yang dianggap sebagai penyebab banyaknya kredit macet pada pengelolaan program “kredit krista” sebagai salah satu program terbaru Perum Pegadaian. Padahal hingga gugatan dilayangkan, belum ada bukti yang dapat menyatakan bahwa kredit macet yang terjadi disebabkan oleh kesalahan Yesaya selaku pimpinan cabang Perum Pegadaian.
Akhirnya, Yesaya membawa perkara ini ke hadapan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung. Ia memohon pada Majelis Hakim dalam gugatannya untuk membatalkan PHK atas dirinya dan memerintahkan Perum Pegadaian untuk mempekerjakannya kembali, serta memohonkan ganti rugi atas upah yang telah dipotong secara sepihak.
Dalam putusan nomor 2012/PHI/PN.Bdg tertanggal 12 September 2012, Majelis Hakim PHI Bandung memutuskan untuk menerima gugatan Yesaya dan menghukum Perum Pegadaian untuk mempekerjakan Yesaya kembali dalam fungsi dan jabatan yang sama serta membayar kerugian sebesar 35 juta rupiah.
Majelis Hakim PHI Bandung beranggapan bahwa perbuatan Perum Pegadaian telah melanggar ketentuan dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta melanggar kesepakatan yang tertuang dalam PKB. Dalam putusan kasasi serta peninjauan kembali (PK) yang dimohonkan selanjutnya, Mahkamah Agung menyatakan membenarkan putusan Majelis Hakim PHI Bandung.
Editor: Andri Yunarko