Pilkada Bekasi di Mata Buruh

Bekasi – Sejumlah buruh memberikan tanggapan terkait dengan pasangan calon (Paslon) yang diusung dari kalangan buruh dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Bekasi 2017.

Komik tentang Pilkada Bekasi (Foto: Rizza)

Obon Tabroni dan Bambang (Obama) adalah salah satu dari lima Paslon yang akan bertarung dalam Pilkada Bekasi. Keduanya diusung dari kalangan buruh.

Anen, salah seorang buruh PT Harapan Sukses Jaya (PT HSJ) mengaku sudah bosan dibohongi dengan janji-janji Paslon bupati yang tidak terbukti. Kata dia, bupati silih berganti tetapi janji tak kunjung terealisasi. Berbagai persoalan buruh pun tak juga teratasi.

Dia kecewa terhadap pelayanan birokrasi yang berbelit-belit, pelayanan kesehatan yang ribet, tidak adanya sosialisasi tentang BPJS dari pemerintah setempat dan pelanggaran ketenagakerjaan yang masih marak terjadi. Menurutnya, bupati terpilih tidak mampu menggatasi itu.

“Walaupun Pilkada tahun ini ada calon yang katanya dari buruh, saya sudah tidak mau merespons lagi. Bosan dibohongi seperti Pemilu yang sudah lalu, sama saja hanya janji,” katanya kepada Solidaritas.net di rumah dan posko buruh, Rabu (8/2/2017).

Buruh khawatirkan Obama tidak mampu mengubah apapun. Dia menilai, penyebab penderitaan rakyat adalah sebuah sistem ekonomi dimana segelintir orang menguasai berbagai sumber kekayaan. Menurutnya, apabila buruh menginginkan perubahan maka yang harus diubah adalah sistem ekonomi tersebut.

“Apakah mampu merubah sistem yang ada saat ini karena sistem tersebutlah yang menyengsarakan rakyat,” kata seorang buruh yang juga bekerja di PT HSJ, Sandy.

Meskipun begitu, dia berharap agar Paslon yang diusung dari buruh bisa menang agar nasib buruh bisa lebih baik dan hak-haknya dilndungi.

Walaupun ada Paslon dari buruh, Pilkada Bekasi dinilai tidak ada bedanya dengan momentum 17 Agustus. Obama dianggap hanya mengatasnamakan dan menunggangi buruh, masalah buruh hanya dijadikan komoditi politik. Ladang untuk kampanye tetapi ketika terpilih tidak akan membuat nasib buruh menjadi lebih baik.

“Tidak ada harapan, malah tidak berharap sama sekali. Nanti kalau terpilih pasti lupa sama buruh,” tutur seorang buruh yang bekerja di Kawasan Industri MM 2100.

Ketidakpercayaan buruh terhadap Pilkada memang menghadirkan berbagai tanggapan. Seorang buruh sampai memelesetkan kata Pilkada menjadi Pilkadut (Pemilihan Kepala Badut) karena banyak Paslon terpilih tetapi tidak mampu berbuat untuk rakyat kecil.

“Buruh terusir dari kontrakan, rakyat digusur dan tidak bisa membeli makanan. Menebar janji untuk menang, saat menang hanya menghabiskan uang rakyat. Itulah Pilkadut,” kata Adit buruh lainnya.

Paslon Obama diharapkan menggunakan politik yang berperspektif Marxist-Leninist, yaitu harus benar-benar di pihak buruh. Memajukan kepentingan dan perlawanan kelas buruh, bukan meredamnya.

“Bukannya meredam gerakan anggotanya selama masa pra kampanye dan saat kampanye,” ujar pengurus bidang Departemen Pendidikan dan Propaganda di FSBB-KASBI, Ilham.

Dia tidak berharap banyak pada Paslon Obama karena dari pengalaman sebelumnya, ketika Nyumarno berpolitik dan akhirnya duduk di DPRD Kabupaten Bekasi ternyata tidak dapat berbuat apa-apa untuk kepentingan buruh. Buruh magang, kontrak dan outsourcing masih merajalela.

“Begitu juga dengan pemutusan hubungan kerja (PHK), bahkan buruh yang memperjuangkan hak normatifnya saja sampai berdarah-darah,” katanya.

Lanjut dia, selama berpolitiknya masih dalam bingkai politik borjuis maka Paslon Obama hanya akan menjadi pelayan kepentingan borjuis, bukan buruh. Namun, Obama menjadi satu-satunya harapan buruh daripada golput atau memilih Paslon yang lebih ‘jahat’.

“Golput atau memilih Paslon selain Obama itu sama dengan memberikan kesempatan pada Paslon yang lebih ‘jahat’ untuk menang. Olehnya, lebih baik memilih dan menaruh sedikit harapan pada Paslon Obama,” katanya.

Calon independen dinilai sulit untuk bisa mengubah nasib buruh karena yang dibutuhkan buruh saat ini adalah advokasi langsung. Selain itu, Indonesia menerapkan konsep pemerintahan trias politika (legislatif, yudikatif, eksekutif) sehingga dalam memutuskan kebijakan akan diintervensi legislatif atau DPRD yang mayoritas dikuasai parta-partai borjuis

“Keputusan independen akan sulit diambil. Lebih baik meluaskan kekuatan rakyat dan buruh lebih dulu, dan memposisikan diri menjadi bagian dari gerakan demokratik,” tutur pengurus Departemen Pendidikan dan Bacaan GSPB (Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh), Sri Darwanti

Ada pula buruh yang menaruh harapan pada Paslon bupati. Mereka berharap agar Paslon terpilih mampu mendorong perusahaan yang ada di Bekasi untuk lebih memprioritaskan tenaga kerja yang ada di kabupaten ini.

“Saat ini saya dan teman-teman asli pribumi banyak yang menganggur dan sangat susah cari kerja,” ujar Emen.

Tinggalkan Balasan