Solidaritas.net, Jakarta – Kaum buruh terus memperjuangkan hak-haknya tanpa henti. Begitulah yang dilakukan oleh kaum buruh yang tergabung dalam Komiter Persiapan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KP KPBI). Sekitar 500 buruh itu melakukan aksi demonstrasi di depan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) dan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) untuk menyampaikan sejumlah tuntutan mereka, Rabu (10/6/2015).
Aksi demo dimulai sekitar pukul 10.30 WIB di depan Mabes Polri. Massa buruh menggelar aksi demo tersebut terkait dengan banyaknya laporan pelanggaran pidana ketenagakerjaan yang disampaikan melalui Pengawas Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di sejumlah Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), yang ‘mandul’ dalam penanganannya. Bahkan, kebanyakan malah belum menghasilkan apa-apa. Padahal, PPNS bertugas di bawah koordinasi pengawasan kepolisian.
“Atau ada juga laporan langsung pelanggaran pidana ketenagakerjaan kepada kepolisian, namun penanganannya banyak yang tidak jelas, sehingga kita meminta Polri membentuk satu divisi khusus yang menangani tindak pidana ketenagakerjaan,” ujar Ketua Federasi Serikat Pergerakan Buruh Indonesia (F-SPBI), Sohari, yang tergabung dalam KP KPBI, soal tuntutan mereka dalam aksi itu, saat dihubungi Redaksi Solidaritas.net, Kamis (11/6/2015).
Atas tuntutan tersebut, menurut Sohari, Divisi Humas Polri berjanji akan meneruskannya kepada Kepala Polri. Selain itu, mereka juga akan memberikan pelatihan dan pemahaman tentang hukum perburuhan kepada seluruh jajaran kepolisian di bawahnya. Kemudian, aksi demo pun dilanjutkan ke Kemenaker, sekitar pukul 13.30 WIB. Massa buruh menyampaikan aspirasi mereka soal posisi buruh dalam menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dijelaskan Sohari, para buruh yang sedang memperjuangkan hak-haknya setelah di-PHK, seringkali berada pada posisi yang lemah. Pasalnya, upah mereka biasanya tak lagi dibayar oleh pihak perusahaan setelah di-PHK. Padahal, sebelum putusan terkait PHK tersebut final dan mengikat, buruh dan pengusaha masih tetap wajib menjalankan hak dan kewajibannya, seperti telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Karena sebelum sah PHK-nya, maka status buruh itu adalah masih sebagai buruhnya si pengusaha itu. Sehingga kita meminta agar pemerintah dan Kemenaker membuat peraturan atau keputusan yang menjamin hak dan kewajiban berjalan, sehingga buruh yang sedang berjuang atas PHK-nya tidak dalam posisi yang lemah,” jelas Sohari lagi soal tuntutan massa aksi yang berasal dari F-SPBI, FPBI, F Serbuk, FSBTPI, dan FSPKAJ itu saat di Kemenaker.
Menurutnya, selama ini banyak buruh yang tertindas, namun mereka tak berani melakukan perlawanan, karena ancaman PHK akan menghadang mereka. Sayangnya, massa buruh tak bisa bertemu Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, karena sedang di luar negeri. Namun, pejabat direktur jenderal (dirjen) yang menemui mereka, meminta agar diajukan surat resmi beserta draft tentang peraturan itu, untuk kemudian dilakukan pengkajian oleh Kemenaker.
“Tanggal 15 (Juni) besok KPBI akan melakukan pertemuan membahas draft itu di YLBHI Jakarta. Kita akan bahas rencana aksi selanjutnya pada tanggal 15 juga,” pungkas Sohari.