Permasalahan Pemagangan

7

Tahun lalu PT Pelindo III (Persero) terbukti melakukan pelanggaran ketenagakerjaan dalam penggunaan tenaga kerja magang. Meskipun pemerintah dari tingkat kota Surabaya hingga kementerian telah mengintruksikan agar PT Pelindo mempekerjakan buruh sebagai pegawai tetap, namun semua instruksi tersebut diabaikan.

Foto ilustrasi kerja magang. Sumber: Australia Embassy

“Ada pelanggaran ketenagakerjaan di Pelindo III yaitu 98 orang magang yang sudah bekerja bertahun-tahun. Proses magangnya juga terindikasi melanggar. Lalu melakukan tes untuk menjadi pekerja tetap di Pelindo III. Lalu setelah lulus, malah bekerja ditempatkan di anak perusahaan Pelindo III,” demikian kata politisi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloko, dikutip dari Detik.com, 11 Agustus 2016.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh pelanggaran ketenagakerjaan terhadap pekerja magang. Hal semacam ini seharusnya tidak terjadi, mengingat telah diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan secara jelas. Berikut ini adalah penjelasannya secara hukum.

Pertama, yang harus diketahui adalah pengertian dari pemagangan berdasarkan pasal 1 butir 11 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyebutkan bahwa:

“Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.”

Pelatihan kerja itu sendiri adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. (Pasal 1 butir 9 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)

Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur hukum pemagangan pada Pasal 22:

  1. Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dengan pengusaha yang dibuat secara tertulis.
  2. Perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan.
  3. Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan.

Perjanjian pemagangan harus sesuai dengan Pasal 11 (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 (Permenakertrans 22/2009) yang menyebutkan, penyelenggaraan pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian tertulis antara peserta pemagangan dengan perusahaan.

Sementara itu, pada ayat (2) disebutkan bahwa perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:

  1. Hak dan kewajiban peserta
  2. Hak dan kewajiban penyelenggara program, dan
  3. Jenis program dan kejuruan

Selanjutnya, tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi. (Pasal 23 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)

Peraturan di atas semakin diperjelas dalam Pasal 15  ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 (Permenakertrans 22/2009) tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri, yang menjelaskan tentang hak yang diperoleh peserta pemagangan sebagai berikut:

  1. Memperoleh fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja selama mengikuti pemagangan;
  2. Memperoleh uang saku dan/atau uang transport
  3. Memperoleh perlindungan dalam bentuk jaminan kecelakaan kerja dan kematian; dan
  4. Memperoleh sertifikan pemagangan apabila dinyatakan lulus.

Selain itu, penyelenggara pemagangan berkewajiban untuk: (Pasal 16 ayat (2) Permenakertrans 22/2009)

  1. membimbing peserta pemagangan sesuai dengan program pemagangan;
  2. memenuhi hak peserta pemagangan sesuai dengan perjanjian pemagangan;
  3. menyediakan alat pelindung diri sesuai dengan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja (K3);
  4. memberikan perlindungan dalam bentuk asuransi kecelakaan kerja kepada peserta;
  5. memberikan uang saku dan/atau uang transport peserta;
  6. mengevaluasi peserta pemagangan; dan
  7. memberikan sertifikat pemagangan bagi peserta yang dinyatakan lulus.

Sehubungan dengan kasus di atas, dikatakan melanggar peraturan ketenagakerjaan karena  berdasarkan pemeriksaan Disnaker Surabaya dengan nota pemeriksaan berupa surat tertangga 30 Maret 2016 No. 560/2601/436/6.12/2016 yang menyatakan bahwa program pihak perusahaan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat 4,5, dan 6 juncto Pasal 12 ayat 1 Permenakertrans 22/2009.

Pelanggaran tersebut berkaitan dengan jangka waktu dan pengesahan perjanjian pemagangan. Berikut adalah penjelasan secara detilnya:

Pada Pasal 7 Permenakertrans 22/2009 ayat (4) yang menyebutkan bahwa jangkan waktu pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, dibatasi paling lama 1 (satu) tahun. Kemudian, pada ayat (5) disebutkan bahwa dalam hal untuk mencapai kualifikasi kompetensi tertentu akan memerlukan waktu lebih dari 1 (satu) tahun, maka harus dituangkan dalam perjanjian pemagangan baru dan dilaporkan kepada dinas kabupaten/kota setempat. Selanjutnya program pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diketahui dan disahkan oleh dinas kabupaten/kota setempat, yang disebutkan pada ayat (3).

Dilanjutkan dengan Pasal 12 ayat (1) Permenakertrans 22/2009 yang menjadi dasar hukum pelanggaran kasus tersebut, menyebutkan bahwa perjanjian pemagangan antara peserta pemagangan dengan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 harus diketahui dan disahkan oleh dinas kabupaten/kota setempat.

Contoh kasus di atas dapat menjadikan pelajaran bagi pemerintah untuk lebih mencermati bagaimana proses pemangangan maupun pelatihan kerja yang ada di perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sudah sepantasnya, para pemagang yang telah bekerja dengan kontrak selama bertahun-tahun mendapatkan haknya. Tak hanya pemerintah, para pengusaha juga harus memahami dan melaksanakan peraturan-peraturan ketenagakerjaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya agar tidak ada lagi kasus pelanggaran ketenagakerjaan.

Tapi kenyataannya, pengusaha juga kerap menjalankan praktek magang dengan melakukan turn over (pergantian) buruh magang. Buruh magang yang sudah mencapai waktu satu tahun digantikan dengan buruh magang baru. Sejatinya, praktek semacam ini melanggengkan praktek pemagangan di perusahaan secara terus-menerus meskipun buruh magang berganti-ganti orang.

Para buruh magang juga kerap dipaksa melakukan kerja lembur dan tidak mendapatkan pendidikan teori sama sekali. Bekerja di perusahaan dijadikan sebagai praktek, padahal mereka disuruh bekerja sebagaimana layaknya buruh yang berstatus tetap di perusahaan.

Dalam hal ini, pengusaha hanya mementingkan peningkatan nilai keuntungan perusahaan belaka, sedangkan di sisi lain mengabaikan nasib pekerja.  Pemerintah dalam banyak kasus hanya bersikap tutup mata. Pengusaha yang sudah terbukti bersalah sekalipun tidak dikenai sanksi sama sekali. Kerja pemerintah dan bidang pengawasan bidang ketenagakerjaan memang masih sangat lemah. **

7 Comments

    • Pemagangan harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila tidak sesuai, maka dapat digolongkan sebagai pelanggaran ketenagakerjaan.

      Reply
    • Hal ini bisa terjadi karena adanya Permenaker No. 36/2016 dan Perda Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi yang terbaru yang memberikan keleluasaan penggunaan tenaga kerja magang di pabrik. Untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai hal ini, silakan kontak kami.

      Reply
  1. bagaimana jika perusahaan tidak mengangkat pekerja magang menjadi karyawana kontrak? padahal jangka waktu sudah 1 tahun lebih magang. mhon penjelasannya.

    Reply
  2. bagaimana bila perjanjian magang 1 tahun, namun belum sampai 1 tahun sudah di berhentikan dengan alasan efesiensi, mohon dasar hukum dan sanksinya bagi perusahaan.

    Reply
  3. Saya Reinhard saya mau bertanya apakah perusahaan pemberi kesempatan buat peserta magang mempunyai hak penuh terhadap peserta. contohnya dalam kontrak pemagangan ada point yang mengatakan jika kita keluar dari pemagangan peserta harus menganti semua biaya yang dikeluarkan. Apakah ini mempunyai dasar hukum yang tetap?

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *