Solidaritas.net, Jakarta – Ditengah penolakan berbagai elemen buruh terhadap kebijakan jilid keempat yang dinilai melegalkan upah murah, Sekretaris Kabinet, Pramono Anung justru melontarkan pendapat berbeda yang mengejutkan. Ia mengatakan, formula pengupahan kali ini merupakan terobosan yang luar biasa dari pemerintah dan telah disetujui oleh mayoritas buruh.
“Dari hasil pembicaraan dengan serikat buruh, hampir semuanya bisa menerima itu,” tutur Pramono, di kantor wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa(20/10/2015).
Meskipun masih ada serikat pekerja yang keberatan dengan formula pengupahan itu, namun Pram menilai, formula pengupahan sudah disetujui oleh sebagian besar serikat buruh yang ada di Indonesia.
Baginya formula pengupahan kali ini menjadi terobosan baru karena kenaikan upah buruh akan ditetapkan setiap lima tahun sekali, bukan lagi setahun sekali. Selain itu, formula pengupahan juga dinilai akan mengurangi tekanan kepada pelaku dunia usaha dalam kondisi perekonomian yang sedang melemah seperti sekarang.
“Sistem pengupahan kan sebuah terobosan luar biasa. Karena baru kali ini upah itu ditentukan per lima tahun. Tidak lagi per satu tahun. Dan itu memberikan kepastian kepada dunia usaha biar mereka bisa membuat planning atau perencanaan per lima tahun. Itu juga mengurangi tekanan kepada dunia usaha. Supaya katakanlah setiap bulan Oktober, November energinya tidak habis untuk persoalan upah saja,” jelas Pram.
Mengenai PP Pengupahan, belakangan ini buruh-buruh mulai membanjiri jalanan untuk menuntut pemerintah agar segera membatalkan peraturan tersebut. Ada berbagai macam reaksi buruh, ada yang membagikan selebaran, mengepung istana dan lain-lain. Seperti ratusan buruh yang tergabung dalam Kabut Bergerak, mereka melakukan Aksi selebaran, konvoi motor keliling kawasan industri dengan membagikan selebaran, baik industri yang ada di kota maupun Kabupaten Tangerang, Senin (19/10/2015) .
Mereka mengajak dan menyerukan kepada seluruh buruh untuk melakukan Aksi Mogok daerah atau disingkat “modar”, jika pemerintah tidak segera mencabut dan membatalkan PP Pengupahan dan menuntut kenaikan upah 61,33% dari UMK 2015. Bahkan adapula buruh yang merencanakan mogok nasional pada 24 Oktober mendatang.
Sampai saat ini belum jelas serikat buruh yang mana yang dimaksud oleh Pramono, yang menyetujui PP Pengupahan.