
Solidaritas.net, Venezuela – Dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, ditetapkan formula kenaikan upah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tetapi hal ini tidak berlaku di Venezuela yang mampu menaikkan upah buruh lebih tinggi dibandingkan angka inflasi. Presiden Venezuela Nicolas Maduro justru kembali mengumumkan kenaikan upah sebesar 30 persen dan perluasan jangkauan kupon makanan, pada Kamis, 15 Oktober 2015 lalu.
Hal ini bukan hal yang mudah dilakukan oleh pemerintahan sosialis Nicolas Maduro, mengingat angka inflasi mencapai 80 persen dan harga minyak yang menjadi andalan pemasukan negara turun sebesar 47 persen. Selama tahun 2015 ini, Venezuela telah empat kali menaikkan upah pekerja. Dengan kenaikan upah keempat sebesar 30 persen ini, upah minimum pekerja meningkat dari USD 1,178.04 menjadi USD 1,531.58 per bulan (VEB 6,3 untuk per USD).
Diketahui kenaikan upah tersebut mulai berlaku efektif sejak 1 November 2015. Maduro menyerukan kepada kelas buruh untuk mengalahkan kriminal dan para spekulan harga yang melakukan penimbunan barang.
“Saya memutuskan menaikkan upah minimum 30 persen untuk melindungi pendapatan kelas buruh. Jika kami melindungi upah buruh, kita akan mengalahkan kriminal dan harga spekulan dari kaum borjuis dan bachaqueros [penimbun]. Saya mengajak anda bergabung dalam pertempuran sehingga saya tidak menghadapi borjuis kriminal sendirian,” kata Maduro saat mengumumkan kebijakan ini di pabrik baja Sidor di negara bagian Bolivar, dilansir dari berdikarionline.com.
Di Venezuela, menaikkan upah kelas pekerja sudah dilakukan berulang kali, bahkan dalam waktu satu tahun. Kali ini merupakan kenaikan upah keempat di tahun 2015 dan merupakan ke-30 dalam 15 tahun terakhir. Tidak hanya itu, untuk melindungi pekerja, Venezuela juga melakukan pembatasan yang ketat terhadap praktek outsourcing melalui UU Ketenagakerjaan, yang dikenal dengan LOTTT. Melalui LOTTT ini, selain membatasi praktek outsourcing, juga mewajibkan perusahaan pemberi kerja untuk memasukkan secara langsung buruh yang melakukan pekerjaan atau jasa yang telah di-outsourcing-kan, ke dalam sistem pengupahan mereka.
Negara ini juga turut mendukung cuti hamil bagi para pekerja. Di Venezuela perusahaan-perusahaan memberlakukan masa cuti melahirkan selama 6 bulan pada setiap buruh perempuan yang mengajukan cuti melahirkan. Bahkan dalam pengajuan cuti ini, bukan hanya perempuan yang berhak, tetapi pria pun sama karena pria dianggap memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang sama untuk merawat dan membesarkan anak-anaknya. (Baca juga: Cuti Melahirkan 6 Bulan di Venezuela)
Sedangkan di Indonesia masa cuti melahirkan yang diberikan oleh perusahaan hanya tiga bulan atau sekitar 12 minggu dengan alokasi masa cuti 1,5 bulan masa cuti untuk masa istirahat dan persiapan persalinan dan 1,5 bulan untuk masa pemulihan paska persalinan dan perawatan bayi. Padahal, Maternity Protection Convention tahun 2000, salah satu konvensi Organisasi Buruh Sedunia (ILO) mengatur masa cuti melahirkan minimal 14 minggu.