Pro Kontra UMK Bekasi Naik 22,25 Persen

Solidaritas.Net, Bekasi – Dewan Pengupahan Kabupaten (DPK) Bekasi menghasilkan nilai upah minimum (UMK) 2014 sebesar Rp 2.447.445,-. Ini berarti UMK Bekasi naik sebesar 22,25 persen upah tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2.002.000,-.

Asosiasi Pengusaha Indonesia  merasa kecewa dengan kenaikan upah ini, karena mereka menuntut kenaikan UMKsebesar nol persen atau tidak ada kenaikan sama sekali.
“Kami belum tahu, apakah mereka (pengusaha) menerima kenaikan UMK ini,” ujar perwakilan APINDO Kabupaten Bekasi, Sutomo, dilansir dari Beritasatu.com (19/11/2013).
Tiga serikat buruh, yakni Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Gabungan Serikat Pekerja Manufaktur Independent Indonesia (GSPMII), dan Serikat Pekerja Nasional (SPN) melakukan walk-out  setelah perundingan deadlock dan harus masuk proses voting. FSPMI menuntut kenaikan upah Bekasi sebesar 40 persen atau sekitar Rp 2,8 juta.
Anggota DPK yang berasal dari unsur serikat ada tujuh orang. Tiga orang berasal dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), dua orang dari FSPMI, 1 orang dari GSPMII dan 1 orang dari SPN. Sementara, tujuh orang berasal dari unsur pengusaha, 14 orang dari unsur pemerintah dan 1 orang dari akademisi.
Hanya SPSI yang tidak melakukan walkout dan tetap mengikuti proses voting.  Akhirnya angka yang diusulkan pemerintah yang menang. Hasil penetapan Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi yakni UMK Dasar sebesar Rp 2.447.445, UMK Kelompok 3 Rp 2.496.394, UMK Kelompok 2 Rp 2.692.190, dan UMK Kelompok 1 Rp 2.814.562.
Salah seorang anggota DPK yang berasal dari SPSI, Saepul Anwar, mengaku bersyukur dengan kenaikan upah ini.
“Alhamdulilah SK Gubernur UMK 2014 sudah ditandatangani sesuai dengan rekomendasi Bupati dan Depekab Bekasi tanggal 18 November 2013,” tulis Saepul Anwar di status Facebook-nya, Kamis (21/11).
Serikat yang menolak kenaikan upah 22 persen, seperti FSPMI, Federasi Pekerja Industri Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FKI SPSI), Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh  (GSPB), SPN dan GSPMII melakukan aksi ke kantor Gubernur Jawa Barat, pada Selasa-Kamis (19-21/11). Buruh menginap di halaman kantor Gubernur Ahmad Heryawan untuk menuntut kenaikan UMK yang lebih besar.
Upah Murah
UMK sebesar Rp 2,4 juta dinilai terlalu murah, tidak sebanding dengan kebutuhan hidup layak buruh, yang semakin membengkak karena kenaikan harga kebutuhan pokok, listrik dan Bahan Bakar Minyak (BBM) selama tahun 2013.
Dalam 16 tahun terakhir, upah ril buruh menurun sebanyak 50-58 persen. Untuk sama dengan upah ril 15 tahun lalu, upah minimum buruh seharusnya adalah Rp 3,4 juta. Hasil ini diperoleh dari perbandingan kemampuan nominal upah 16 tahun lalu dengan nominal upah tahun ini dalam membeli makanan ataupun emas.
Pengamat perburuhan Universita Airlangga, Hadi Subhan, pernah mengungkapkan upah buruh terus menurun hampir 50 % selama 15 tahun terakhir. “Pada tahun 1900an, upah sebulan bisa setara dengan 15 gram emas, sekarang mungkin hanya  lima gram saja,” jelas Hadi kepada BBC.
Jika UMK terlalu rendah, buruh terpaksa harus lembur untuk mencapai upah sebesar Rp 3-4 juta. Lembur mengurangi kesempatan buruh bersosialisasi, beristirahat dan menjaga kesehatan.
Karena tuntutan tak dipenuhi oleh Gubernur, buruh yang menolak upah murah ini berencana akan menggelar mogok daerah tanggal 26-28 November 2013. (Sr/Jy)

Tinggalkan Balasan