Solidaritas.net, Karawang – Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Karawang mengungkapkan GRC (Glassfibre Reinforced Cement) Board atau papan semen yang diproduksi oleh PT Bangun Perkasa Adhitama Sentra (BPAS) adalah produk yang berbahaya. Karena itu, PPMI menyerukan pemboikotan terhadap GRC Board.
“Saya punya data BPLH (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup-ed) yang menyebutkan bahwa GRC Board berbahaya bagi kesehatan karena mengandung chrysotile (asbestos) kadar tinggi yang dapat mengakibatkan penyakit kulit dan dalam jangka panjang membuat orang yang sering menghirupnya terkena kerusakan paru-paru,” kata Pengurus PPMI Karawang, Daeng Wahidin.
GRC board sering digunakan sebagai pengganti triplek untuk plafon dan dinding. Di Amerika Serikat dan Eropa, penggunaan Asbestos sudah lama dilarang atau dibatasi. Asbestos terbukti sebagai penyebab kematian 100.000 orang di AS. Pemerintah Australia telah melarang sepenuhnya penggunaan Asbestos sejak Desember 2003 dan menghentikan operasi pertambangan asbes di negeri tersebut.
Kebijakan pemerintah Indonesia membatasi penggunaan asbestos melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405/MENKES/SK/XI tahun 2002, yakni kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan maksimal 5 serat/mL udara dengan panjang 5 mikrometer untuk 8 jam. Juga diatur di dalam SNI nomor SNI 16-7059-2004.
Buruh yang pernah bekerja di PT BPAS selama enam tahun, Anwarudin membenarkan bahwa GRC Board PT BPAS sesungguhnya berbahaya.
“Dalam jangka pendek, bisa mengakibatkan gangguan kulit. Dampaknya pada paru-paru baru terasa setelah 20 tahun. Pernah ada kawan saya yang di bagian produksi yang berhadapan langsung dengan produk, mengalami gatal-gatal di kulitnya dan tampak seperti eksim,” terangnya.
Anwarudin juga mengungkapkan bahwa GRC Board mudah retak dan patah sehingga menjadi lebih berbahaya. Menurutnya, PT BPAS hanya memasarkan GRC Board di pasar domestik saja, tidak diekspor ke luar negeri yang aturan penggunaan asbestosnya jauh lebih ketat.
“Jika retak dan patah, maka debu asbes berterbangan dan terhirup oleh paru-paru kita. Ini sangat berbahaya bagi paru-paru, terutama bagi anak-anak kita. Jadi, jangan gunakan produk ini. Tidak heran ekspor GRC ke Brunei Darussalam tahun 2009 di tolak, pernah juga ada pengiriman trial ke Thailand, tapi tidak berlanjut sampai sekarang,” katanya.
Tidak hanya berbahaya bagi kesehatan, GRC Board juga dihasilkan dari hubungan kerja yang tidak manusiawi.
“Pernah terjadi pemogokan di PT BPAS pada tanggal 17 Januari. Saat itu, 1000 buruh melakukan pemogokan menuntut diangkat menjadi karyawan tetap. Bayangkan saja, karyawan tetap (PKWTT) PT BPAS hanya 60 orang, sedangkan seribuan lainnya adalah buruh kontrak,” tandas pria yang juga ketua Persaudaraan Pekerja Anggota Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPA PPMI) ini.
PT BPAS Langgar UU Ketenagakerjaan
Mogok 17 Januari 2013 itu melibatkan 1000 buruh PT BPAS dengan tuntutan angkat buruh sebagai karyawan tetap di PT BPAS.
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 pasal 59, karyawan kontrak (PKWTT) hanya dibolehkan di pekerjaan yang bersifat tidak tetap, musiman, produk baru dan yang lama pekerjaannya tidak lebih dari tiga tahun. Sementara, PT BPAS telah beroperasi sejak tahun 2008.
“Setelah mogok itu dibuat perjanjian bersama (PB) dimana perusahaan setuju untuk mengangkat karyawan kontrak menjadi karyawan tetap. Saat itu, jumlah karyawan tetap di perusahaan hanya 60 saja,” kata Ferry Rukmana, Pangkorlap PPA PPMI PT BPAS.
Namun, pihak perusahaan menolak mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan karyawan, sehingga buruh kembali melakukan mogok kedua pada tanggal 27 Februari.
“Tanggal 17 Februari, pihak manajemen menunda pengangkatan dengan alasan sakit, padahal SK-nya sudah ada. Akhirnya kami mengirimkan surat pemogokan kedua, namun tetap saja manajemen tidak mau mengeluarkan SK. Kami akhirnya mogok lagi, waktu itu sekitar 980 buruh yang terlibat,” kata pria yang juga dikenal sebagai tokoh pemuda setempat ini.
Menurut Ketua PPA PPMI PT BPAS Anwarudin, sebagian buruh kembali masuk kerja karena perusahaan menggunakan tokoh-tokoh masyarakat dan para orang tua buruh untuk membujuk buruh agar masuk kerja kembali.
“Buruh yang bertahan dalam pemogokan tinggal 453. Dalam perjalanannya, yang dipekerjakan kembali adalah 129 orang dengan wawancara ulang sehingga buruh yang masih mogok tidak jelas nasibnya sampai sekarang adalah 324,” kata Anwar.
Buruh telah membawa kasus ini sampai ke Pengadilan Hubungan Industrial dimana PHI memutuskan bahwa mogok buruh dinyatakan sah dan buruh masih memiliki hubungan kerja dengan PT BPAS.
“Hakim juga memberikan kesempatan kepada kami agar mengajukan gugatan kembali karena putusan hakim adalah draw (seri). Kami akan membuat gugatan baru yang disempurnakan, rencananya 40 gugatan terpisah berdasarkan status kerja,” kata Pengurus PPMI Karawang, Daeng Wahidin.
Saat ini, buruh 324 buruh PT BPAS kembali mendirikan tenda di depan pabrik dan mendeklarasikan pemogokan dengan tiga tuntutan.
“Tuntutan kami sekarang adalah minta dipekerjakan kembali, pembayaran upah proses dan SK karyawan tetap. Dulu tuntutan kami hanyalah diangkat menjadi karyawan tetap, sekarang jadi melebar karena ulah perusahaan sendiri,” tegas Fery. (Rn)