Karawang – PT Maglev Metal Industrindo yang beralamat di Jl Raya Klari Nomor 18 Dusun Sukamakmur RT 013/004 Desa Anggadita Kecamatan Klari Kabupaten Karawang diduga melakukan upaya union busting atau pemberangusan serikat pekerja terhadap Serikat Pekerja Maglev Metal Industrindo (SPMMI). Perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi baja ringan dan rolling door ini dinilai melakukan intimidasi terhadap buruh yang berserikat.
Foto ilustrasi: “Stop Union Busting” | Rochelle Hartman | Flickr |
SPMMI adalah serikat baru di PT Maglev yang baru melakukan pencatatan serikat pada 23 Juli 2016 lalu di Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Karawang. SPMMI berafiliasi dengan Federasi Serikat Pekerja Karawang (FSPEK KASBI).
Namun setelah dilakukan verifikasi pada 11 Agustus 2016 oleh Disnaker Karawang, perusahaan langsung mengintimidasi pengurus maupun anggota serikat SPMMI. Salah seorang diantaranya adalah Naufal selaku ketua SPMMI, Ia diusir dari lingkungan perusahaan dan tidak ada kejelasan status kerja sampai hari ini. Sedangkan anggota serikat lainnya dipanggil dan dipertanyakan alasannya mendirikan serikat.
Padahal UU No. 21 tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja Pasal 28 dengan gamblang menjelaskan:
“Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota, dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh,”
SPMMI didirikan karena buruh merasa tidak puas dengan kondisi kerja di PT Maglev. Buruh berinisiatif merubah buruknya kondisi kerja tersebut dengan menjadikan serikat pekerja sebagai alat untuk berjuang.
PT Maglev mempekerjakan 140 buruh tanpa kejelasan status selama 3 tahun. Tidak melakukan penanggulangan kecelakaan kerja, tidak ada safety first (K3), tidak ada juga jaminan kesehatan untuk pekerja, buruh hanya dibekali uang saku sekitar Rp50.000 perhari. Padahal pekerjaan yang dilakukan buruh penuh resiko cidera atau injury bahkan bisa menimbulkan kecelakaan kerja fatal.
“Masih banyak lagi penyimpangan di perusahaan ini, sebut saja status kerja harian lepas lebih dari 3 tahun dan masih banyak pelanggaran ketenagakerjaan lainnya,” tutur salah seorang buruh yang namanya enggan disebutkan
Sampai hari ini belum ada titik temu bagi pihak buruh dan pihak PT Maglev.
“Langkah-langkah advokasi tetap berlangsung. Ini adalah sebuah wujud buruknya pengawasan Ketenagakerjaan di tingkat daerah dan kabupaten dalam menyelesaikan perselisihan hubungan indutrial,” tutur pihak buruh.