Solidaritas.net, Sukabumi – Setelah pengusaha PT Mersifarma TM melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruh pada Jumat (29/5/2015) yang lalu dengan alasan efesiensi. Diduga perusahaan yang memproduksi obat-obatan ini juga melakukan pelanggaran dalam membayarkan uang pesangon.
Hal tersebut diungkapkan oleh Frans Budiman Suhud selaku ketua serikat Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Farmasi Kesehatan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK SP FARKES SPSI) PT Mersifarma TM saat dihubungi Solidaritas.net pada Senin (20/7/2015).
“Perusahaan hanya melakukan pembayaran dengan benar dan sesuai aturan pasal 164 (3) bagi buruh yang bekerja di atas 2 tahun saja, itu pun masih terjadi kesalahan pembayaran terhadap 6 orang buruh. Sedangkan terhadap 138 orang buruh lainnya yang bekerja dibawah 2 tahun hanya mendapatkan 1 bulan gaji,” katanya
Adapun bunyi pasal 164 (3) yaitu PHK Massal karena perusahaan melakukan efisiensi, maka perusahaan wajib memberikan kompensasi berupa 2 kali Uang Pesangon (UP), 1 kali Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) dan Uang Pengganti Hak (UPH). Menurut Frans, ketetapan ini menjadi dasar perhitungan pesangon setelah antara pihak buruh, manajemen dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sukabumi diadakan perundingan.
Diketahui pada 16 Maret 2015 buruh PT Mersifarma TM melakukan aksi demo menuntut pengusaha membayarkan pesangon salah seorang buruh yang telah meninggal dunia, mengubah status buruh kontrak menjadi tetap karena telah memenuhi syarat, juga memperbaiki kesejahteraan buruh.
Saat itu melalui mediasi pengusaha bersedia memenuhi tuntutan buruh, dengan syarat terlebih dahulu diadakan internal tes. Bagi buruh yang lulus akan dikabulkan tuntutannya, begitupun sebaliknya.
Pada kenyataannya, dua minggu setelah kesepakatan itu dibuat ternyata pengusaha ingkar dan justru melakukan PHK salah satu pengurus serikat sehingga memicu kemarahan buruh. Akibatnya pada 1 sampai 6 April 2015 buruh kembali melakukan aksi dan setelah melalui mediasi alot yang diakomodir oleh Polres Sukabumi, maka dianulirlah keputusan PHK tersebut.
Alhasil, pada 20-24 April 2015 perusahaan melakukan internal tes namun menolak untuk diawasi oleh Disnakertrans dan serikat pekerja. Selanjutnya, pada 29 Mei 2015 perusahaan mengumumkan hasil tes dan memecat ratusan buruh.
Saat ini, buruh PT Mersifarma sedang membuat petisi untuk memperoleh dukungan dari berbagai kalangan. Dalam petisi tersebut dipaparkan beberapa tuntutan buruh, yaitu:
- Meminta Kapolri untuk memerintahkan Kapolda Jawa Barat dan Kapolres Sukabumi untuk menghentikan kriminalisasi akibat dari pelaporan pengusaha terhadap buruh PT. Mersifarma.
- Meminta Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) untuk menindak tegas pengusaha PT Mersifarma yang melakukan union busting dan kriminalisasi buruh.
- Mendesak Kapolri untuk memerintahkan Kapolda Jawa Barat dan Kapolres Sukabumi untuk memproses secara hukum tindakan union busting/ pemberangusan serikat pekerja yang dilakukan oleh PT. Mersifarma karena itu jelas jelas merupakan tindakan kejahatan yang harus diproses secara hukum.