
Reinaldo Arenas (16 Juli, 1943 – 7 December, 1990), penyair, Novelis, penulis drama, yang simpati pada revolusi 1959 namun kritis pada pemerintahan Kuba.
Cintaku Laut Itu
aku lah anak itu, yang bermuka bulat dan kotor
yang, di setiap sudut mengganggu kau karena menghiba
“sanggup kah kau memberiku 25 sen saja?”
aku lah yang bermuka kotor itu
tak ragu lagi aku memang tak diinginkan
yang berasal dari gerbong yang merenung
tempat anak-anak yang lain
melepaskan gelaknya dan melompat naik turun jauh sekali.
Aku lah anak yang tak disukai
pastinya tak diinginkan
bermuka bulat dan kotor
yang sebelum lampu-lampu jalan raya bercahaya atau
yang di bawah grandames yang terang benderang
atau yang di hadapan gadis-gadis kecil yang nampaknya
melambungkan upaya menistakan muka kotornya.
Aku lah anak yang selalu marah dan kesepian,
yang mencampakkan pada kau kenistaan anak yang selalu marah itu
dan mengingatkan kau:
Bila dengan munafik kau menepuk kepalaku
aku akan mencari kesempatan mencuri dompet kau.
aku lah anak itu yang selalu,
di hadapan panorama teror yang mendekat
kusta yang mendekat, kutu-kutu yang mendekat
kejahatan yang menyerang dan mendekat.
Aku anak yang menjijikkan itu yang mengkreasikan tempat tidurnya
dari papan tua dan menunggu
kepastian bahwa kau juga akan menemaniku tidur.
Impian-impian Tak Terjangkau
aku memimpikan punya istana yang demikian besar tempat aku tinggal dengan seluruh keluarga, dan
di setiap kamar yang kusayang seseorang hanya melakukan hal-hal sepele, hal-hal yang sudah terbiasa.
aku memimpikan sepasang sepatu yang nyaman.
aku memimpikan kejadian yang menggemparkan.
aku memimpikan seorang lelaki hitam yang gagah, tegap dan manis, yang hanya untuk ku.
aku memimpikan hamparan padang melati di sisi teluk.
aku memimpikan rentangan bangku sepanjang pantai lautan tempat aku pergi pada sore hari
hanya untuk duduk.
aku memimpikan bahwa bis yang aku tunggu selalu tepat waktu.
aku memimpikan menjadi seorang guru.
aku memimpikan memiliki raga layaknya dipahat (atau paling tidak seperti itu), tak berbuah dada layu dan melorot.
aku memimpikan balon besar yang ditarik oleh semua burung hitam di taman Lenin, dan aku akan mengendarainya dari dalam balon dan bepergian jauh, jauh sekali…
aku memimpikan bersuamikan orang yang sama dalam waktu yang lama.
aku memimpikan memiliki seorang putra yang bukan seorang homo, tapi seorang tukang kayu atau tukang batu yang kuat.
aku memimpikan punya mesin ketik yang berhuruf Ñ.
aku memimpikan bahwa aku tidak lah botak.
aku memimpikan mimpi buruk–aku tinggal di kakus hotel Monserrate, dan saat orang-orang menatapku lekat dan mengawasiku, aku biarkan mereka bertanya-tanya juga. Dan saat aku terbangun kudapati bahwa mimpi buruk itu ternyata menjadi kenyataan, hingga akhirnya aku mencoba memimpikan bahwa aku bermimpi.
aku memimpikan bertumpuk-tumpuk dan bertumpuk kertas putih yang bisa kutulisi novel.
aku memimpikan pohon kenari tumbuh di depan rumahku.
aku memimpikan malaikat telanjang menghampiriku dan membawaku.
aku memimpikan bahwa kau tak perlu punya kartu-kartu ransum untuk membeli garam.
aku memimpikan bahwa aku itu seorang yang sehat dan anak-anak bongsor bergairah yang nongkrong di seberang rumahku sedang menungguku.
aku memimpikan memutar keran dan mengucur lah air.
aku memimpikan satu kota seperti yang pernah hilang, namun bebas.
aku memimpikan jalan raya rimbun dan luas berbayang-bayang pohon-pohon.
aku memimpikan rumah pedesaaan yang besar yang beratap daun palem dan jalan selasarnya beratap seng hingga hujan berisik di atasnya.
aku memimpikan kipas angin listrik buatan Cina.
aku memimpikah bahwa Lezama dan Maria Luisa ada di kamar besar dan mereka
memanggilku dan saat aku menghapirinya Lezama berucap pada Maria Luisa, Lihat lah betapa gantengnya dia.
aku memimpikan sepasang gigi palsu yang nyaman.
aku memimpikan sesorang mengetuk pintu, aku membukanya, dan
berdiri lah seorang anak muda dengan senyumnya, menggairahkan dan menyerahkan diri.
aku memimpikan punya kompor bertemperatur tinggi.
aku memimpikan sungai yang berair hijau dan berkata padaku, Mari, mari, inilah tempat menuntaskan gairah kau.
aku memimpikan bahwa aku pergi jauh, sangat jahuh, dan saat aku telah begitu jauh aku masih sanggup pergi jauh, jauh sekali…
aku memimpikan bahwa wabah yang begitu mengerikan seperti AIDS tidak lah nyata,
dan bahwa kesenangan tersebut tidak lah mengundang bencana.
aku memimpikan harumnya laut itu.
aku memimpikan bahwa semua kengerian dunia hanya lah sekadar mimpi.
Diterjemahkan oleh Danial Indrakusuma