Hong Kong –
Ratusan BMI Hong Kong melakukan aksi di Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI)
untuk meminta perlindungan, Minggu(29/5/2016). Aksi yang dikoordinir oleh
Komunitas Buruh Migran (Kobumi) ini berkaitan dengan nasib buruh migran yang
ditipu perusahaan Multi Level Marketing (MLM) Mezzo, juga dalam rangka
menyambut hari PRT sedunia yang jatuh pada 16 Juni mendatang.
Aksi di KJRI (Foto: Kobumi) |
Aksi diikuti sekitar
200 buruh migran, mereka mendesak agar Pemerintah Indonesia yang berada di Hong
Kong bergerak lebih cepat untuk menyelesaikan masalah penipuan yang dilakukan
oleh MLM Mezzo. Mereka juga meminta kepada KJRI untuk segera
menyediakan pengacara gratis untuk pendampingan di persidangan.
perwakilan Komunitas Buruh Migran (Kobumi) sekaligus sebagai koordinator aksi
menilai, kejahatan penipuan ini bukan kesalahan BMI, sebab sejak awal buruh
migran sudah dijerat dengan aturan yang rawan.
“Iming-iming
penghasilan tinggi membuat BMI tergiur. Mereka langsung menanam modal pada
perusaahan investasi Mezzo dengan cara meminjam uang ke perusahaan peminjaman
uang,” jelas Umi kepada Solidaritas.net, Senin (30/5/2016).
setelah uang masuk, banyak dari mereka yang tertipu karena bonus dan royalti
yang dijanjikan tidak keluar. Sedangkan pada masa 1-6 bulan pertama buruh migran wajib membayar biaya penempatan
yang tinggi sebagai ganti saat di Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Jadi, BMI memiliki harapan besar atas pembagian bonus yang dijanjian Mezzo.
Menurut perhitungan KOBUMI, keseluruhan kerugian yang diderita oleh BMI sebesar Rp30 miliar yang masuk ke kantor Mezzo Holding.
Para korban sudah beberapa kali mendatangi pihak Mezzo, namun yang mereka terima hanyalah janji-janji belaka. Mezzo selalu menjanjikan akan memberikan bonus dua sampai tiga bulan lagi. Setiap kali mereka mendatangi Mezzo, selalu janji yang sama yang diucapkan.
“Mereka sudah tidak punya hati lagi, bahkan saya sampai mual-mual melihat foto mereka berkipas dengan lembaran dan tumpukan uang. Kami tiap hari berjuang mati-matian membayar utang yang tidak pernah kami nikmati. Ini bukan investasi lagi, ini sudah penipuan,” kata salah seorang BMI yang menolak disebutkan namanya, dilansir dari Kobumi.blogspot.com.
Sejak Maret 2016, KOBUMI telah mendampingi para korban melaporkan Mezzo ke Kepolisian Tsim Sha Tsui. Pada 18 Juni 2016, dua orang Mezzo telah ditahan oleh Kepolisian Hong Kong. Para BMI meminta agar Kepolisian membekukan rekening Mezzo. Bagi buruh, kasus ini tidak hanya harus diselesaikan dengan menghukum pelaku, tetapi juga mengembalikan uang korban. Uang tersebut adalah hasil kerja keras selama bertahun-tahun para BMI yang sangat berarti bagi hidup mereka.
Terlihat Legal
Para BMI memang tak bisa disalahkan karena Mezzo Holdings tampil nampak meyakinkan sebagai sebuah perusahaan yang bonafid. Paling tidak, itulah yang terlihat di portofolio Mezzo di situs resminya yang bahkan sudah bersertifikan SSL, https://www.mezzoholdings.com.
Perusahaan bernama lengkap Mezzo Holdings Limited ini berkantor pusat di Unit 7206, 72/F, The Center, 99 Queen’s Road, Central, Hong Kong. Mezzo mengaku sebagai perusahaan yang bergerak dalam berbagai sektor, seperti pertambangan, pertanian, informasi dan teknologi serta infrastruktur. Bahkan perusahaan ini memiliki empat anak perusahaan.
Dalam misinya, Mezzo Holdings Group bertujuan menghasilkan uang dan meningkatkan investasi bagi para pemegang saham. Mezzo menjanjikan pertumbuhan perusahaan, pengendalian aset dan penyusunan neraca dapat meningkatkan laba per saham, arus kas dan pengembalian modal yang diinvestasikan.
Tetapi di website tersebut terlihat juga jika Mezzo sebenarnya adalah pemain baru yang ditunjukan di laman news room, perusahaan ini menerbitkan siaran pers baru pada tahun 2012 dan belum mendapatkan satu pun peliputan.
Jika di Indonesia menggunakan website untuk menipu orang lain hanya dengan menggunakan domain dan hosting gratisan, maka modus penipuan Mezzo ini lebih canggih sehingga mudah menjerat korbannya.
Menggugat Tanggungjawab Negara
Pada bulan Oktober 2016, pihak KOBUMI dibuat berang oleh pernyataan pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), Kuncoro yang mengatakan negara tidak berkewajiban memberikan perlindungan terhadap korban penipuan Mezzo. KOBUMI mengaku telah berupaya menghubungi KJRI, namun tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.
“Tim advokasi Kobumi telah pula menghubungi KJRI lewat telepon dan hanya direspon oleh pejabat yang berganti-ganti. Bahkan saat meminta salah satu korban datang ke KJRI mengantarkan pernyataan dari Kepolisian Hong Kong untuk dipelajari hanya diterima oleh sekuriti tanpa ada pejabat yang berwenang untuk penanganan kasus ini secara serius,” kata Umi.
Pada pertengahan Juni 2016, Ramses Desemberita Aruan mewakili Tim Advokasi KOBUMI telah melaporkan kasus penipuan ini secara langsung kepada Menteri Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P Marsudi dan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia RI, Yassona H Laoly dalam sebuah pertemuan dengan para pimpinan organisasi yang aktif mengadvokasi kasus koreksi data paspor.
Oleh karena itu, pihak KOBUMI menyesalkan KJRI yang tidak melakukan pendampingan terhadap korban saat menghadiri panggilan Kepolisian Hong Kong untuk mengidentifikasi dua tersangka, pada 6 Oktober 2016.
UU Nomor 39 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri (UUTKI) menegaskan kewajiban pemerintah untuk melindungi BMI dan keluarganya.
Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya tahun 2003 melalui pengesahan UU Nomor 6 Tahun 2012.
Konvensi tersebut menetapkan setiap pekerja migran dan anggota keluarganya harus memiliki
hak untuk diakui di mana pun sebagai pribadi di hadapan hukum (pasal 24) dan memiliki hak
untuk memperoleh pilihan meminta perlindungan dan bantuan pejabat konsuler atau diplomatik dari Negara asalnya atau Negara yang mewakili kepentingan Negara tersebut (pasal 23).
Diupdate tanggal 29 Desember 2016 untuk menambahkan perkembangan bagian pelaporan polisi, penetapan tersangka, informasi mengenai MLM Mezzo dan menggugat tanggung jawab negara.