Buruh pabrik kayu di Jepara mengerjakan produk furniture. Foto: Tempo.co |
“Pabrik-pabrik kayu barecore mulai merumahkan sebagian pekerjanya, karena minimnya permintaan terutama dari pasar Taiwan dan Cina. Namun, pekerja barecore yang memiliki keahlian tertentu dipekerjakan di pabrik mebel lainnya. Jadi tak semuanya dirumahkan,” ungkap Andang yang juga merupakan pelaku usaha mebel dan furniture itu pada wartawan di Jepara, seperti dikutip Solidaritas.net dari portal berita Tempo.co, Jumat (10/06/2016).
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jepara Yoso Suwarno mengatakan pihaknya masih mendata jumlah buruh yang terkena imbas lesunya ekspor kayu barecore ini. Mereka juga mengaku sudah mulai memetakan peluang lain, seperti diversifikasi produk yang bisa digarap. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Jepara juga sedang membantu mencari negara-negara lain untuk pemasaran ekspor produk barecore.
Industri barecore di Jepara memang menyerap banyak tenaga kerja. Pabrik kayu barecore ini tersebar di sejumlah kecamatan, seperti Kalinyamatan, Bangsri, Batealit, Mlonggo, dan Tahunan. Saat ini, suplai barecore di Indonesia mencapai 6.000 kontainer per bulan. Sedang permintaan dari Taiwan dan Cina hanya 3.000-4.000 kontainer per bulan. Selain permintaan turun, harga jualnya juga rendah, di mana tiap meter kubik saat ini hanya mampu terjual di bawah harga 235 dolar AS. Padahal, harga jual ideal 285 – 300 dolar AS per meter kubik.
Meski pun begitu, permasalahan para buruh yang dirumahkan ini tentunya harus mendapat perhatian penuh dari pemerintah, terutama mengenai nasib mereka ke depannya. Selain itu, kaum buruh lainnya diharapkan juga ikut membantu memperjuangkan rekannya tersebut. Sejauh ini belum ada aturan yang mengamanatkan pemerintah secara langsung melindungi buruh yang mengalami nasib dirumahkan karena produksi menurun.