Ribuan Buruh Jawa Tengah Di PHK Jelang Lebaran

Foto ilustrasi (kredit lensaindonesia.com)
Foto ilustrasi (kredit lensaindonesia.com)

Solidaritas.net, Semarang – Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh pengusaha terhadap para buruh terus terjadi di negeri ini, terutama saat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Kasus PHK jelang Lebaran ini memang terjadi di beberapa propinsi di Indonesia pada tahun ini. Hingga saat ini, jumlah kasus PHK terbanyak, terjadi di Propinsi Jawa Tengah, di mana jumlahnya mencapai ribuan orang.

Dilansir dari Detik.com, berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Propinsi Jawa Tengah, hingga saat ini buruh yang mengalami PHK sebelum Lebaran pada tahun ini, jumlahnya mencapai 1.187 orang. Kasus PHK itu terjadi di sejumlah perusahaan yang tersebar di beberapa daerah di Jawa Tengah sejak awal bulan Juli tahun ini.

“Jawa Tengah salah satunya. Tersebar di beberapa daerah,” ucap Kepala Disnakertrans Jateng, Wika Bintang, saat ditemui oleh para wartawan di Gedung Gubernur Jateng, Semarang, Kamis (09/07/2015).

Beberapa daerah yang banyak terjadi PHK antara lain adalah Kota Semarang sebanyak 390 orang, Kabupaten Magelang 232 orang, Kabupaten Batang 127 orang, Kabupaten Sragen 151 orang dan Kota Pekalongan sebanyak 111 orang. Kemudian disusul Kabupaten Pekalongan sebanyak 46 orang, Kabupaten Wonosobo sebanyak 12 orang, Kota Solo sebanyak 11 orang dan Kabupaten Sukoharjo sebanyak 9 orang, sedang sisanya 98 orang tersebar di beberapa daerah lainnya.

Meski demikian, menurut Wika, hak-hak buruh yang di-PHK tersebut tetap dipenuhi oleh pengusaha, sehingga tidak mendatangkan masalah. Dia juga mengatakan bahwa, sejumlah solusi telah diusahakan oleh pemerintah daerah, salah satunya adalah dengan mengalihkan para buruh yang telah di-PHK tersebut ke pabrik garmen di Boyolali. Saat ini, kebutuhan 20 tenaga kerja di pabrik garmen itu baru terpenuhi sebanyak 10 ribu orang.

Sementara itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan bahwa pihak perusahaan yang telah mem-PHK para buruhnya tetap harus memberikan Tunjangan Hari Raya (THR). Ditambahkannya lagi, dalam waktu dekat Pemerintah Propinsi Jateng juga akan membuka posko pengaduan PHK, yang akan ditangani oleh Disnakertrans Jateng. Ganjar mengajak, agar para buruh yang di-PHK dengan berbagai alasan, mulai dari kenaikan harga BBM dan nilai tukar dolar tersebut, untuk melapor ke posko jika terjadi permasalahan dalam PHK-nya.

Seperti biasa, kasus PHK buruh, tidak lebih dari sekedar angka statistik bagi pemerintah. Bahkan tindakan pengusaha melakukan PHK, menjadi sebuah hal yang dengan mudah dapat dimaklumi, seperti alasan kenaikan BBM atau nilai tukar dolar terhadap rupiah.

Meskipun dalam UU Ketenagakerjaan telah diatur alasan apa saja yang diperbolehkan untuk kemudian dilakukan tindakan PHK. Dan persoalan kenaikan harga BBM ataupun nilai tukar dolar bukanlah penyebab PHK yang diperbolehkan dalam UU Ketenagakerjaan.

Pemerintah juga mengabaikan dampak PHK terhadap penurunan daya beli masyarakat serta meningkatnya jumlah pengangguran di negeri ini. Semakin menjadi jelas bahwa kepentingan utama yang menjadi perhatian pemerintah bukanlah soal kesejahteraan, dalam hal ini jaminan pekerjaan dan penghasilan, bagi rakyat, melainkan semata kepentingan modal.

Tinggalkan Balasan