RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Harus Prioritaskan Rehabilitasi Korban

Diskusi jaringan Komnas Perempuan (Foto: Sarinah)

Jakarta – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyelenggarakan diskusi jaringan mengenai RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan perumusan advokasi bersama, Jumat (24/6/2016). RUU ini dirumuskan untuk memenuhi rasa keadilan korban dan tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Bulan depan RUU ini akan segera masuk ke prolegnas untuk dibahas. Gerakan perempuan berupaya berpartisipasi agar RUU ini dirumuskan secara tepat untuk memenuhi rasa keadilan korban dan tidak melanggar hak asasi manusia (HAM).

Dinilai, selama ini perempuan sebagai korban kekerasan sulit mendapatkan haknya dan penghukuman yang ada tidak memberikan keadilan. Sehingga diperlukan RUU Penghapusan kekerasan seksual sebagai regulasi yang mampu menjawab kebutuhan dan kepentingan korban, juga pelaksanaan kewajiban Negara untuk menghapuskan kekerasan seksual.

Sejak tahun 2014, Komnas Perempuan bersama Forum Pengada Layanan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti korban, pendamping korban, akademisi, aparat penegak hukum, pemerintah, lembaga-lembaga HAM nasional dan tim perumus, telah menyusun naskah akademik dan draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Adapun poin penting RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, yaitu:

  1. Bentuk kekerasan seksual tidak semata perkosaan, tetapi juga pelecehan seksual, eksploiasi seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan prostitusi, penyiksaan seksual, perbudakan seksual dll.
  2. Prinsip penghukuman yang mendidik, menjerakan, manusiawi dan tidak merendahkan martabat, juga yang memenuhi rasa keadilan korban dan cegah keberulangan.
  3. Mensyaratkan adanya perubahan mendasar pada sistem pembuktian yang lebih memudahkan dan tidak membebankan korban.
  4. Bersandar pada hak korban yang meliputi pencegahan, penanganan, perlindungan, pengadilan dan pemulihan secara komprehensif.
  5. Perubahan penting dalam hukum acara yang memudahkan dan memberikan akses keadilan bagi korban dengan mengidentifikasi kebutuhan korban sejak pelaporan, pendampingan, dan koordinasi antar penegak hukum dan lintas layanan lainnya.
  6. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai lex specialis sangat berkepentingan melindungi korban dimana UU pidana lainnya tidak mengatur mengenai hak dan kepentingan korban kekerasan seksual

Bentuk-bentuk pidana dalam RUU versi Komnas Perempuan ini beragam dan memiliki gradasi dari setiap bentuk kekerasan seksual yang meliputi: pemasyarakatan, rehabilitasi jika pelakunya anak, dan restitusi terhadap korban yang dibebankan kepada pelaku jika pelaku tidak sanggup maka dibebankan kepada negara.

Pidana tambahan meliputi: pemulihan nama baik, sanksi administratif dan denda jika ada pelibatan intitusi pemerintah/lembaga/perusahaan. Dalam pemidanaan diberlakukan pemberatan jika dilakukan oleh orang tua, para tokoh masyarakat, pejabat Negara dan aparat hukum, dan jika dilakukan terhadap anak, perempuan hamil dan penyandang disabilitas serta dilakukan secara gang rape.

Dalam upaya pencegahan, salah satunya adalah Negara tidak boleh membiarkan adanya tanah-tanah kosong tanpa pengawasan, minimal ada kamera CCTV di tempat tersebut. Selain itu, rehabilitas korban seharusnya menjadi prioritas pemerintah, termasuk dalam peruntukan anggaran. Mengenai hukuman kebiri dan hukuman mati, dinilai tidak efektif karena menggunakan anggaran terlalu besar, yang lebih baik digunakan untuk rehabilitasi korban.

Tinggalkan Balasan