
Solidaritas.net, Jakarta – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Said Iqbal kembali mengancam akan melakukan mogok nasional apabila rupiah tetap ambruk. Menurutnya, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dan perlambatan ekonomi nasional berdampak langsung terhadap buruh. Dimana buruh-buruh banyak yang di PHK belakangan ini dengan alasan krisis.
Bahkan Said Iqbal meyakini akan terjadi revolusi apabila pesan yang ia sampaikan tidak ditanggapi oleh pemerintah.
“Kalau pesan ini masih dianggap remeh pemerintah, bukan tidak mungkin revolusi akan terjadi,” tutur dia, dilansir dari Viva.co.id.
Namun, ancaman Said Iqbal tersebut justru terkesan sebagai ‘gertak sambal’ karena mogok nasional yang ia gaungkan tidak pernah terjadi setelah mogok nasional kedua tahun 2013, pernah gagal. Sebab kegagalan itu karena buruh di pabrik-pabrik besar yang menjadi anggota FSPMI/KSPI justru tidak mampu menghentikan proses produksi. Di kalangan buruh anggota FSPMI sendiri, buruh di pabrik besar terkenal menjadi langganan sweeping, karena tidak mampu keluar atas KEHENDAK SENDIRI secara MANDIRI.
Setelah kegagalan mogok nasional 2013, Said Iqbal sempat mengumpulkan para pengurus FSPMI di Tambun, Kabupaten Bekasi, untuk dimintai pertanggungjawabannya agar patuh terhadap instruksi. Bahkan, para pengurus diminta menandatangani surat pernyataan akan patuh terhadap instruksi mogok atau keluar dari FSPMI.
Presiden FSPMI/KSPI ini memang kerap menggaungkan mogok nasional setiap kali ada kebijakan-kebijakan baru yang dinilai tidak bersesuaian dengan kehendak buruh. Setelah mogok nasional tahun 2013 yang gagal dan di hari kedua diganti menjadi unjuk rasa nasional. (Baca juga: Mogok Nasional Diganti Unjuk Rasa Nasional)
Pertama, pada November 2014, tiga Konfederasi besar buruh se-Indonesia mengancam akan melakukan aksi besar-besaran dan mogok nasional menuntut revisi UMP/UMK di beberapa daerah dan tolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Ketiganya yaitu Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), KSPI dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). (Baca juga: Mogok Nasional Diganti Unjuk Rasa Nasional, Bukan Kata Baru!)
Kedua, Mei 2015, KSPI mengancam akan melakukan aksi mogok nasional pada November mendatang apabila tuntutan buruh diperingatan May Day tidak dipenuhi oleh pemerintah.
“Dua juta anggota KSPI di seluruh Indonesia akan melakukan mogok nasional jika pemerintah tidak menggubris tuntutan kami pada ‘May Day’ hari ini,” kata Said Iqbal disela aksi di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, dilansir dari beritasatu.com, Jumat (1/5/2015).
Ketiga, pada Juli 2015 yang lalu, menanggapi aturan baru Jaminan Hari Tua (JHT) dalam BPJS Ketenagakerjaan, KSPI dan Gabungan Buruh Indonesia (GBI) juga mengecam akan melakukan mogok nasioanal.
Ancaman mogok nasional memang terkesan ‘gertak sambal’. Seperti tanggapan yang hadir dari Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sofyan Wanandi. Dimana pada tahun 2013 lalu, ia mengatakan ancaman mogok kerja buruh tidak pernah kesampaian selama ini. Ia bahkan berani mengatakan KSPI hanya sebagian kecil dari mayoritas buruh.
“Kalau dia mau mogok, kita nggak bisa apa. Nggak banyak Said Iqbal punya buruh. Mereka paling banyak mobil dan elektronika. Kita sudah nanya ke buruh kita, selama ini juga rencana mogok nggak ada yang jadi, silahkan saja mogok produksi, tapi siapa yang mau bayar buruh nanti,” ujar Sofyan kepada detikFinance, Senin (30/9/2013).
Kalau sudah begini, buruh secara keseluruhan dirugikan, karena senjata pamungkas buruh: mogok nasional, hanya dijadikan gertak sambal alias dianggap main-main. Padahal, seharusnya diwujudkan secara sungguh-sungguh dan benar untuk memenangkan tuntutan kaum buruh!