Sejarah Munculnya Hukum Perburuhan

Solidaritas.net – Dilansir dari Wikipedia.org, kukum perburuhan muncul bersamaan dengan perkembangan Revolusi Industri di Inggris, sejalan dengan perkembangan hubungan antara buruh dan pengusaha dari industri skala kecil hingga ke industri berskala besar. Buruh berusaha memperbaiki kondisi kerja dan hak untuk berserikat sedangkan pengusaha mencari buruh yang lebih mudah dikendalikan, fleksibel dan murah. Oleh karena itu hukum perburuhan negara adalah produk dari perjuangan beberapa kekuatan sosial yang ada.

buruh anak revolusi industri
Buruh anak pada masa Revolusi Industri di Lancashire, Inggris. © Wikipedia.

Inggris adalah negara industri yang pertama, juga negara pertama yang mengalami dampak buruk dari eksploitasi kapitalisme sebagai akibat hukum pasar bebas sebagai kerangka pembangunan ekonominya. Selama abad ke-18 hingga abad ke-19 secara perlahan dasar-dasar hukum perburuhan modern diletakkan. Hal ini sebagian besar dicapai melalui gerakan reformis dengan tokohnya seperti Anthony Ashley Cooper dan lainnya.

Saat wabah demam yang serius pada tahun 1784 di pabrik kapas dekat Manchester, meluaskan opini publik tentang bahaya penggunaan tenaga kerja anak. Sebuah penyelidikan lokal yang dipimpin oleh dr. Thomas Percival, dilembagakan oleh hukum Lancashire, menghasilkan laporan yang merekomendasikan untuk membatasi jam kerja anak.

Pada tahun 1802, sebuah undang undang perburuhan disahkan, undang undang kesehatan dan moral pekerja magang. Ini adalah hukum perburuhan pertama dalam upaya melindungi tenaga kerja meskipun sederhana. Hukum ini membatasi jam kerja menjadi 12 jam per hari dan menghapuskan jam kerja malam bagi anak. Hukum ini juga mensyaratkan adanya penyediaan pendidikan dasar dan pakaian serta tempat tinggal yang layak bagi pekerja anak.

Peningkatan industri manufaktur yang cukup pesat di awal abad ke-19 juga meningkatkan dengan pesat penggunaan tenaga kerja anak di dunia industri. Bersamaan dengan itu kesadaran akan bahaya penggunaan tenaga kerja anak yang dipaksakan di dunia industri terus meluas. Hukum Industri tahun 1819 muncul dengan larangan untuk mempekerjakan anak dibawah usia 9 tahun dan membatasi waktu kerja hingga 12 jam sehari.

Keberhasilan besar dicapai dalam hukum perburuhan melalui Hukum Industri tahun 1833 yang melarang penggunaan tenaga kerja anak dibawah usia 18 tahun dan bekerja di waktu malam hari, serta yang terpenting adalah dibentuknya pengawas penegakan hukum. Hukum ini adalah kemajuan penting yang didalamnya mengamanatkan adanya pemeriksaan lokasi kerja dan penegakan hukum yang ketat dari badan pemerintah yang independen.

Shaftesbury mempelopori sebuah kampanye panjang untuk membatasi hari kerja menjadi 10 jam sehari dengan dukungan gereja Anglikan. Banyak komite dibentuk untuk mendukung tuntutan ini yang membuat beberapa kelompok bergabung memberikan dukungannya hingga Hukum Industri tahun 1847 lahir. Hukum ini membatasi jam kerja untuk buruh perempuan dan anak di Inggris menjadi 10 jam sehari.

(Baca selanjutnya di halaman 2)

Upaya awal ini pada dasarnya hanya ditujukan untuk melindungi penggunaan tenaga kerja anak. Pada pertengahan abad ke-19, untuk pertama kalinya perhatian ditujukan pada dampak buruk kondisi kerja saat itu pada buruh secara keseluruhan. Pada tahun 1850, laporan sistematis mengenai kecelakaan kerja wajib dibuat, dan aturan keselamatan dasar untuk buruh tambang muncul pada tahun 1855. Aturan lebih lanjut mengenai ventilasi, pagar pembatas, sinyal standar, alat pengukur dan katup untuk mesin uap dan lainnya juga ditetapkan melalui hukum.

Serangkaian hukum lain yang muncul berikutnya di tahun 1860 dan 1872, memperkuat posisi hukum dan memperketat aturan keselamatan kerja. Dengan pertumbuhan industri batu bara, peningkatan jumlah asosiasi penambang, dan dengan meningkatnya ilmu pengetahuan membuka jalan atas lahirnya Undang Undang Pertambangan Batu Bara pada tahun 1872 dan menjadi dasar aturan bagi industri-industri sejenis.

Pada akhir abad ke-19 serangkaian aturan telah dibentuk di Inggris yang berlaku bagi seluruh industri di semua sektor. Sistem yang serupa kemudian diterapkan di banyak negara-negara industri lainnya di akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, termasuk di Indonesia.

***

Tinggalkan Balasan