Sejumlah Merek Internasional Dituding Tindas Buruh Kamboja

Solidaritas.net – Meski sudah terkenal sebagai merek terkenal di dunia yang memproduksi berbagai produk kelas internasional, namun bukan berarti perusahaannya bisa menjamin para pekerjanya bisa bekerja dengan layak dan mendapatkan hak-hak-nya sesuai dengan standar. Buktinya, banyak buruh yang bekerja di perusahaan-perusahaan besar dan sudah ternama di dunia malah mendapat perlakukan yang tidak sewajarnya sebagai pekerja.

buruh kamboja
Pabrik-pabrik pemasok produk merk terkenal dunia dituding mengabaikan hak-hak buruh Kamboja. Foto: BBC.

Itulah yang terjadi pada banyak buruh di Kamboja. Menurut organisasi pemantau hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW), sejumlah pabrik garmen di negara Asia Tenggara itu ternyata telah melakukan praktik-praktik penindasan dan diskriminasi terhadap buruh-buruh yang mereka pekerjakan. Padahal, pabrik-pabrik garmen tersebut menyuplai produk-produk dengan merek terkenal di dunia, seperti Marks & Spencer, Gap, H&M, Adidas, dan Armani.

HRW mengklaim telah membuat dokumentasi mengenai kondisi kerja di dalam 73 pabrik di Kamboja dengan mewawancarai lebih dari 340 orang. Mereka meyakini sebanyak 13 dari 73 pabrik tersebut memasok barang-barang ke Marks & Spencer. Namun, perusahaan peritel asal Inggris itu tidak memublikasikan nama dan alamat pabrik pemasok produk mereka. Sehingga, diperkirakan kasus ini tak banyak terungkap dan diketahui oleh masyarakat dunia.

“Merek-merek internasional ini perlu tunduk pada hukum buruh dengan memublikasikan nama-nama dan alamat pabrik mereka secara berkala,” ungkap salah seorang periset HRW, Aruna Kashyap seperti diberitakan BBC, Jumat (13/03/2015).

Ditambahkan Aruna, pihaknya telah menemukan sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa pabrik-pabrik Kamboja pemasok produk merek terkenal dunia itu mengabaikan hak buruh. Para buruh itu dipaksa bekerja lembur, dan buruh perempuan yang hamil didiskriminasi.

Bahkan, beberapa pabrik tersebut juga memberikan sub-kontrak kepada pabrik lain yang jauh lebih kecil. Pabrik-pabrik itu kemudian mengontrak buruh dalam jangka waktu pendek, agar bisa terhindar dari pembayaran beragam tunjangan yang seharusnya diterima buruh.

Terkait laporan HRW itu, pihak Marks & Spencer pun membantahnya dan mengaku belum melihat bukti-bukti yang disebutkan. Mereka yakin pabrik pemasok mematuhi standar etika, termasuk menyediakan kondisi kerja yang layak, kebebasan berserikat, memperlakukan buruh dengan hormat, menerapkan pembatasan lembur, dan membayar gaji yang adil.

“Kami belum diperlihatkan bukti-bukti apa pun yang mendukung tuduhan-tuduhan ini. Jika HRW mendatangi kami dengan bukti apa pun, tentu kami akan menyelidiki. Semua pabrik pemasok kami diaudit secara berkala oleh pihak ketiga, pengaudit independen,” kata juru bicara perusahaan Marks & Spencer menjawab tudingan yang dialamatkan pada mereka.

Tak hanya Marks & Spencer, perusahaan lainnya, yakni H&M, Adidas dan Gap juga ikut angkat bicara. Pihak H&M menyebut bahwa mereka memberlakukan pemutusan kontrak kepada perusahaan pemasok yang mengalihkan pekerjaan ke pabrik lain yang lebih kecil. Kemudian, Gap mengaku sedang menyelidiki praktik-praktik yang disebutkan HRW tersebut. Sedangkan Adidas menegaskan para buruh di pabrik pemasok mereka telah berserikat.

Tinggalkan Balasan