Serikat Buruh Kembali Turun Aksi Membongkar Kedok Pengusaha Aice

Massa aksi Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) yang menaungi Serikat Buruh Bumi Manusia (SGBBI) PT. Alpen Food Industry (PT. AFI) gelar aksi di depan kantor DPP PKB meminta pertanggungjawaban anggotanya yang jadi Menteri Ketenagakerjaan (FOTO/Jhonaidi Ara)

Solidaritas.net – Aksi unjuk rasa sekitar ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) kembali digelar, pada Ahad (5/7/2020). Federasi yang menaungi ratusan buruh es krim Aice dari Serikat Gerakan Buruh Bumi Manusia PT. Alpen Food Industry (SGBBI PT. AFI) ini mendatangi kantor DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Kedutaan Singapura dan Kementrian Ketenagakerjaan.

Dalam keterangan pers yang di terima Solidaritas.net, serikat buruh memaparkan masalah-masalah yang dihadapi ratusan buruh di pabrik Aice. Pabrik merk Aice terbesar di Asia Tenggara ini telah banyak melakukan pelanggaran di tempat kerja, termasuk mempekerjakan buruh hamil pada shift malam.

Juru Bicara F-SEDAR, Sarinah mengungkapkan bahwa sejak akhir Februari lalu buruh sudah melakukan mogok kerja untuk menuntut perbaikan upah dan kondisi kerja karena telah gagal melakukan perundingan bipartit dan triparti dengan pengusaha.

Perusahaan Aice yang hampir sebagian besar menguasai pasar es krim ini terletak di kawasan MM2100, Cikarang Barat, Bekasi, Jawa Barat. Pemegang sahamnya dari Singapura, sementara direksi dan manajernya asal Tiongkok.

Saat buruh melakukan mogok kerja, kata Sarinah, perusahaan yang banyak menyabet penghargaan termasuk jadi sponsor Asian Games 2018 ini justru menggantikan buruh yang mogok dengan pekerja baru, bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak terhadap buruhnya.

“Kami menduga, perusahaan telah melakukan balasan terhadap mogok kerja kami dengan melakukan PHK sepihak terhadap buruhnya,” terang Sarinah seperti dikutip dari pernyataan sikap yang terbit pada 5 Juli 2020.

Tak hanya itu, Sarinah kembali mengungkapkan pelanggaran terhadap buruh hamil di pabrik. Buruh hamil bahkan dipekerjakan pada shift malam dengan kondisi kerja yang tidak layak ditambah beban kerja yang berat karena dibebankan kerja target.

Kondisi ini pekerjaan yang tidak manusiawi terhadap buruh hamil itulah, yang menurut hasil pendataan serikat, sejak 2019 sampai awal 2020, terdapat 20 kasus. 14 kasus keguguran dan 6 kasus buruh perempuan hamil yang bayinya meninggal saat dilahirkan

Temuan baru juga, ada dua kasus baru yang menimpa buruh perempuan di perusahan Aice.

“Padahal buruh telah melakukan tiga kali perundingan bipartit dengan perusahaan PT. AFI untuk dipekerjakan non shift untuk ibu hamil, namun tidak ada kesepakatan antara buruh dengan pihak perusahaan.”

Data terakhir, serikat buruh menemukan fakta ibu hamil dinonshiftkan dari kerja shift 3 (dari jam 23.00-07.00) saat usia kandungan capai 5 bulan. “Selebihnya buruh hamil masih dipekerjakan malam dari jam 18.00 sampai 23.00.”

Dalam Pasal 54 Peraturan Daerah (Perda) Bekasi Nomor 4 Tahun 2016 tentang Ketenagakerjaan, disebut pengusaha dilarang mempekerjakan buruh perempuan pada malam hari sejak dia dinyatakan hamil sampai dengan melahirkan dan di masa menyusui sampai bayi berusia 24 bulan. Bahkan dengan tegas akan dikenakan sanksi bila tetap mempekerjakan buruh hamil di malam hari.

Massa aksi Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) demo di depan kantor Kemenaker (FOTO/Jhonaidi Ara)

Sarinah menyebut, buruh telah mengajukan pelaporan kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), di antaranya permasalahan ibu hamil yang masih dipekerjakan pada shift malam, dugaan mal-adiminstrasi persoalan anjuran dari Dinas Ketenagakerjaan Bekasi, permasalahan outsourcing (alihdaya), Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), dan buruh yang dipekerjakan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Namun, hingga saat ini buruh tidak mendapatkan respon positif ataupun kepastian dari Kemenaker.

“Sehingga kami merasa perlu menuntut pertanggungjawaban Parta Kebangkitan Bangsa (PKB) yang telah 4 (empat) periode sejak 2005 mendapatkan jatah kursi Menteri Ketenagakerjaan,” tuturnya.

Pemerintah, tambah Sarinah tidak pernah bertindak tegas dan tidak mau bertanggung jawab atas pelanggaran kasus PHK yang dilakukan PT. AFI terhadap buruh.

“Pemerintah tidak mampu melakukan penegakan hukum dan memberantas pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha nakal. Yang ada pemerintah malah mengusulkan Omnibus Law yang akan melegalkan kondisi kerja di ACIE, yang artinya jelas bahwa pemerintah lebih mementingkan para investasi dan pemilik modal,” tegasnya.

Di aksi yang digelar kesekian kalinya ini, buruh tetap bersikukuh menolak PHK yang dilakukan PT.AFI secara sepihak itu, dan mendesak agar permasalahan-permasalahan di pabrik dapat diselesaikan, salah satunya terkait buruh hamil yang dipekerjakan pada shift malam.

Tinggalkan Balasan