Solidaritas.net, Palu – Bertepatan dengan Hari Pelajar Internasional yang jatuh setiap 17 November, Serikat Mahasiswa Progresif Sulawesi Tengah (SMIP ST) menyatakan sikap menolak privatisasi dunia pendidikan yang membuat segelintir orang menjadi kaya. Selain itu, SMIP-ST juga menuntut pendidikan gratis dan berkualitas serta mendukung mogok nasional mahasiswa Universitas Tadulako 17 November 2015.
Hal ini disampaikan oleh Ketua SMIP ST Ryan Permana dalam pernyataan sikap yang disampaikan kepada Solidaritas.net, berikut ini:
Pada peringatan hari pelajar internasional atau yang dikenal dengan International Student Day (ISD) yang jatuh pada 17 November. Kami dari Serikat Mahasiswa Progresif Sulawesi Tengah (SMIP-ST), menyeruhkan kepada seluruh pelajar di dunia maupun di Indonesia untuk mengingat kembali sejarah perjuangan yang perna dilakukan oleh kawan-kawan pelajar sebelumnya hingga ada peringatan ISD tersebut. Tentu kejadian ini merupakan puncak atas kondisi pendidikan di dunia yang sudah sedemikian kompleks. 17 November merupakan aksi protes terhadap kapitalisme yang membuat dunia kampus menjadi badan usaha untuk mengeruk keuntungan. 17 November juga merupakan aksi protes terhadap rezim anti demokrasi yang menyumbat aktivitas kritis mahasiswa. Kondisi tersebut, masih menjadi masalah fundamental yang harus kita perjuangkan saat ini.
Di Indonesia hari ini masih identik dengan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, tindak kekerasan yang brutal dan segala macam irasionalitas. Satu hal yang ironis karena di kota-kota besar kemewahan bertebaran di sinetron-sinetron, mobil-mobil sport berharga miliaran rupiah berkeliaran di jalan-jalan ibu kota, mal-mal tumbuh bak cendawan di musim hujan dan acara-acara kuis mengiming-imingi orang dengan mimpi milyaran rupiah seakan mereka punya pohon uang yang siap dipetik setiap saat.
Kondisi ini bersumber dari ketimpangan ekonomi sebagai akibat keberpihakan negara terhadap kaum kapitalis. Kebijakan negara sama sekali tidak berpihak kepada mayoritas rakyat Indonesia yang merupakan representasi dari kaum buruh, petani, kamum miskin kota serta rakyat pekerja secara luas. Pendidikan kita lewat Undang-undang Perguruan Tinggi (UUPT), benar-benar diarahkan untuk kepentingan kapitalisme. Pendidikan Indonesia, sangat diskriminatif dan menjadi komersil. Padahal pendidikan sangat penting bagi seluruh warga negara Indonesia, dan telah menjadi salah satu semangat tujuan bernegara di Indonesia, yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa.” Bahkan dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945 telah disebutkan, bahwa pendidikan merupakan hak warga negara. Dalam Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya juga disebutkan, bahwa pendidikan tinggi harus diadakan cuma-cuma secara bertahap (pasal 13 ayat 2C UU No 11 tahun 2005).
Sementara, negara melepaskan tanggung jawabnya untuk memenuhi hak pendidikan bagi seluruh warga negara. UU Pendidikan Tinggi yang dibuat telah melegitimasi praktik Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yang berkonsekuensi terjadi pemisahan keuangan perguruan tinggi dan keuangan negara. Inilah salah satu bentuk rezim neoliberal yang berusaha untuk melepaskan tanggung jawabnya dalam memenuhi hak pendidikan warga negara.
Data BPS tahun 2008 hingga 2013, angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia baru sebesar 17,92 persen dan angka partisipasi murni perguruan tinggi adalah 11,01 persen. Sementara jumlah mahasiswa di Indonesia pada tahun 2011 baru mencapai 4,8 juta orang, dan bila dihitung terhadap populasi penduduk yang berusia 19-24 tahun, maka angka partisipasi kasarnya baru sekitar 18,4 persen. Artinya, masih banyak penduduk Indonesia berusia 19-24 tahun yang tidak mampu mengakses pendidikan tinggi, dan rata-rata disebabkan karena mahalnya biaya sekolah/kuliah, mahalnya jalur masuk ke perguruan tinggi, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, kami Serikat Mahasiswa Progresif Sulawesi Tengah menyatakan sikap:
- Wujudkan pendidikan gratis, demokratis, dan berkualitas untuk seluruh rakyat Indonesia.
- Menolak privatisasi pendidikan yang hanya membuat segelintir orang menjadi kaya.
- Mendukung aksi mogok mahasiswa Universitas Tadulako Palu pada 17 november 2015.