Seruan Stop Produksi sebagai Perlawanan Umum 10 November Batalkan PP Pengupahan

0
kpr tutup tol 28 oktober 2015
Aksi tutup tol KPR, 28 Oktober 2015. Foto: Dok KPR.

Joko Widodo Masih bebal dan belum Mencabut PP No.78 / 2015 Tentang Pengupahan 

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan masih tetap belum dicabut oleh pemerintah. Walaupun penolakan dan perlawanan kaum buruh terhadap PP tersebut sudah terbukti semakin meluas dan membesar. Aksi-aksi konvoi di kawasan-kawasan industri sudah merebak dari Tangerang, Bekasi, Jakarta, Karawang, Purwakarta, Surabaya, dan sebagainya.

Tanggal 28 Oktober lalu, kami Komite Persatuan Rakyat telah melakukan penutupan jalan Tol Cawang selama beberapa jam untuk menegaskan penolakan kami. Demikian pula pada tanggal 30 Oktober lalu, Komite Aksi Upah harus berhadapan dengan represivitas aparat saat bertahan di Istana Negara, yang mana menyebabkan
puluhan aktivis buruh terluka dan ditangkap. Melalui pernyataan ini juga kami mengutuk tindakan aparat yang
berusaha merepresi gerakan-gerakan yang sedang menuntut pencabutan PP Pengupahan! JOKOWI masih
bergeming & masih menutup mata dan telinganya!

Pemerintah melalui Kemenaker justru meneruskan logika sesatnya dalam memuluskan PP Pengupahan. Kita tahu, alasan sederhana kaum buruh menolak PP Pengupahan adalah karena tidak dipakainya elemen ‘KHL’ dalam penentuan upah minimum, dan disingkirkannya peran serikat buruh/pekerja dalam penentuan upah minimum. Tetapi, pemerintah justru berdalih bahwa PP Pengupahan ini akan lebih mengefektifkan serikat buruh yang tidak lagi memikirkan upah minimum, karena upah minimum sudah dipastikan naik tiap tahunnya dengan skema penambahan persentasi inflasi dan pertumbuhan ekonomi dari upah tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Menaker bahkan menambahkan argumen untuk mengembalikan ‘khittah’ serikat buruh dalam perjuangan ‘upah layak’ di masing-masing perusahaan, bukan untuk upah minimum.

Argumen seperti itu sebenarnya justru lebih memperterang bahwa pemerintah memang ingin mengorbankan buruh demi kepentingan pemodal.

Pertama, dengan memisahkan antara upah minimum dengan upah layak, pemerintah melalui PP Pengupahan tersebut menganggap upah minimum bukan lah upah layak (dan tidak harus layak), melainkan hanya jaring pengaman sosial. Sedangkan upah layak harus lah merupakan hasil dari kerja buruh yang lebih keras dan lebih lama lagi pada sebuah perusahaan, yang mana hal itu hanya dapat diperjuangkan di tiap-tiap perusahaan tanpa kejelasan peran dari pemerintah. Dengan begitu, pemerintah secara sengaja ingin menghilangkan faktor Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam penentuan upah minimum, dan menggantikannya dengan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang tidak selalu berhubungan langsung dengan kenaikan harga-harga.

Pertanyaannya, apakah kenaikan harga-harga kebutuhan hidup dapat disamakan atau dicerminkan dengan
tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi semata? Tentu tidak. Pemerintah juga seakan melupakan fakta bahwa
upah minimum di banyak daerah/kota belum lah sesuai dengan nilai KHL yang sebenarnya, dimana masih
banyak pula komponen KHL yang belum masuk ke dalam standar penghitungan KHL selama ini.

Selain itu, buaian upah layak bagi buruh yang sudah bekerja bertahun-tahun juga mengabaikan fakta bahwa
sistem kontrak dan outsourcing yang terjadi di banyak perusahaan justru akan lebih menjerat buruh untuk
berada selamanya dalam standar upah minimum yang jauh dari layak.

Kedua, dengan diserahkannya penentuan ‘upah layak’ pada tiap perusahaan, maka berarti upah layak bisa tidak ada sama sekali. Alasannya, karena perundingan di tiap perusahaan selama ini sangat lah ditentukan oleh keberadaan serikat buruh/pekerja di sebuah perusahaan. Sedangkan, pemerintah tahu dengan jelas bahwa mayoritas buruh masih belum sepenuhnya mendapatkan kebebasan berserikat, yang pastinya akan memperlemah pula upaya memperjuangkan kenaikan upah di setiap perusahaan.

Bahaya lain yang akan muncul bagi gerakan buruh dengan dimundurkannya peran serikat buruh yang memperjuangkan ‘upah layak’ di masing-masing perusahaan, adalah serikat buruh akan dapat berhenti menjadi media solidaritas buruh lintas perusahaan. Hal ini jelas bukan mengembalikan peran serikat buruh ke ‘khittah’ nya seperti yang dikatakan Hanif Dakhiri, melainkan mengebiri peran serikat buruh dan menumpulkan kekuatan solidaritas kaum buruh dalam perjuangannya menuju sejahtera.

Ketiga, bila ditelusuri lebih jauh, jelas bahwa PP Pengupahan ini merupakan salah satu dari paket kebijakan ekonomi Jokowi-JK dalam mengatasi krisis ekonomi dunia maupun Indonesia. Dengan alasan kondisi ekonomi, upah minimum yang layak digantikan dengan upah minimum yang tidak layak, dan upah layak dilemparkan begitu saja ke perundingan di masing-masing perusahaan, yang mana KHL-nya hanya akan ditinjau dalam 5 tahun sekali.

Tidak berpihaknya pemerintah kepada buruh semakin dibuktikan dengan berbarengnya kebijakan upah murah ini dengan keringanan-keringanan pajak bagi pemodal. Itu berarti bahwa pemerintah sedang mengorbankan hidup layak buruh untuk hidup layak para pemodal.

Namun demikian, kami menganggap upaya mencabut PP Pengupahan tidak dapat lagi dilakukan dengan metode-metode aksi biasa ke pusat-pusat kekuasaan. Harus ada upaya sistematis dan terorganisir dari kaum buruh untuk melakukan gerakannya ke bentuk yang paling ampuh, yakni Perlawanan Umum dipusat – pusat industri dan melumpuhkannya. Walaupun demikian, kami menyadari pula bahwa bentuk perlawanan tersebut juga tidak dapat dilakukan dengan cara-cara yang sama dengan mogok-mogok sebelumnya, dimana pemodal tidak begitu merasakan kerugiannya dari mogok tersebut.

Menyadari hal-hal diatas, maka kami dari Komite Persatuan Rakyat dengan ini terus menyatakan penolakan dan perlawanan kami terhadap PP Pengupahan yang akan menyengsarakan dan melemahkan kaum buruh. Dan untuk itu kami juga menyerukan kepada kaum buruh dan rakyat dimana pun berada untuk :

Melakukan PERLAWANAN UMUM BURUH INDONESIA pada 10 November 2015:

  1. Hadir Bekerja Dan Mengentikan / Stop Produksi pada 10 November 2015.
  2. Keluar dari Pabrik / tempat – tempat kerja dan ramai-ramai turun ke jalan-jalan di daerah, kota /
    kabupaten, melumpuhkan pusat – pusat perekonomian.
  3. Terus dan Lanjutkan Perlawanan Ini Hingga PP No.78 / 2015 Tentang pengupahan DI CABUT !

Menuju PERLAWANAN UMUM BURUH INDONESIA pada 10 November 2015, kita harus:

  1. Galang terus partisipasi seluruh buruh khususnya buruh kontrak dan outsourcing serta buruh yang
    belum berserikat dalam gerakan pembatalan PP Pengupahan tersebut, karena beban terberat dari PP
    Pengupahan akan berada di pundak buruh kontrak dan outsorcing yang belum berserikat.
  2. Bangun komite-komite persatuan perlawanan di tingkat kawasan industri dan kota untuk mewadahi
    partisipasi perlawanan kaum buruh dan rakyat kedalam gerakan bersama, sekaligus sebagai langkah
    persiapan menuju PERLAWANAN UMUM.
  3. Lakukan pertemuan atau rapat – rapat bersama atau rapat persatuan antar pekerja, antar pabrik di
    masing – masing kawasan atau daerahnya.
  4. Lakukan Rapat – rapat Akbar persatuan antar pekerja, antar pabrik di masing – masing kawasan atau
    daerahnya.
  5. Lakukan aksi – aksi, ajakan bersama antar pekerja, antar pabrik di masing – masing kawasan atau
    daerahnya, penyebaran berita perlawanan umum ini, melalui distribusi selebaran, pemampangan
    spanduk perlawanan umum, kumandangkan melalui semua ruang dan media untuk menyebarluaskan
    ke semua penjuru dimana kaum buruh berada.

Salam Persatuan Perlawanan Kaum Buruh Indonesia,
Jakarta, 01 November 2015
Tertanda,
KOMITE PERSATUAN RAKYAT – BATALKAN PP NO.78 / 2015 TENTANG PENGUPAHAN

  • Sekretaris Nasional – DPN : Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN )
  • Ketua Umum – DPP : Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh ( GSPB )
  • Presiden – DPP : Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia ( PPMI )
  • Presiden – DPP : Federasi Serikat Pekerja Aneka Industri Indonesia ( FSPASI )
  • Pimpinan Kota / Cabang : Federasi Serikat Pekerja – Percetakan Penerbitan Media Informasi Serikat Pekerja seluruh Indonesia ( FSP PPMI SPSI )
  • Koordinator Nasional – Gerakan Bersama Buruh / Pekerja BUMN ( GEBER BUMN )
  • Presiden – DPP : Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)
  • Ketua – DPP : Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan ( FSEDAR )
  • Ketua Umum – DPP : Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia ( FSBDSI – Tapal Batas )
  • Ketua Umum – DPN : Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia ( SPRI ) 
  • Koordinator Nasional : Sentra Gerakan Muda Kerakyatan ( SGMK )
  • Sekretaris Presidium : Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia ( PPRI )
  • Koordinator : Solidaritas. Net (SN)
  • Lembaga Bantuan Hukum – Jakarta ( LBH Jakarta )
  • Pimpinan Nasional : Pusat Perjuangan Mahasiswa Untuk Pembebasan Nasional ( PEMBEBASAN )
  • Sekretaris Jenderal – Komite Sentral : Kongres Politik Organisasi – Perjuangan Rakyat Pekerja ( KPO PRP )
  • Ketua Umum – Pengurus Nasional : Partai Pembebasan Rakyat ( PPR )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *