Solidaritas.net, Jakarta – Pada satu tahun masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, KontraS menerbitkan sebuah catatan sebagai tolok ukur sejauh mana kinerja pemerintah, khususnya dalam bidang pemenuhan, perlindungan dan pemajuan Hak Asasi Manusia (HAM), sebagai kewajiban Presiden Jokowi yang diatur dalam Konstitusi Indonesia, UUD 1945. Dalam catatannya, KontraS menuliskan bahwa pada setahun masa pemerintahan Jokowi-JK, aparat masih mendominasi pelaku penyiksaan.
Hal itu dibuktikan dengan beberapa fakta yang menjadi temuan KontraS selama setahun ini. Pada bidang perlindungan hak sipil dan politik, penyiksaan masih menjadi pola. Setahun terakhir penyiksaan dan tindakan merendahkan martabat kemanusiaan masih menjadi persoalan serius, dimana Kepolisian RI, petugas sipir penjara dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mendominasi sebagai pelaku. Tercatat, POLRI telah melakukan 35 tindakan penyiksaan dan perbuatan tidak manusiawi lainnya, sedangkan petugas sipir penjara sebanyak 15 kasus, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebanyak 9 kasus.
KontraS juga mencatat sebanyak 25 hukuman cambuk dilakukan oleh aparat Pemda Aceh. Sementara jumlah korban tewas akibat praktik penyiksaan sebanyak 16 orang, korban luka-luka sebesar 262 orang, 7 orang terkena dampak lainnya, yakni pelecehan seks, intimidasi dan beragam bentuk pelanggaran hak lainnya.
Bukan hanya itu, beberapa hal lain yang menjadi catatan KontraS yaitu, pertama, pelaksanaan hukuman mati. Presiden Widodo, melalui Kejaksaan Agung sepanjang Januari hingga Mei 2014 telah melaksanakan eksekusi hukuman mati terhadap 14 orang terpidana mati, dimana 12 diantaranya adalah warga negara asing dan 2 orang WNI. Ditahun yang sama yakni Desember 2014, Presiden Widodo telah menolak 64 grasi yang diajukan oleh terpidana mati.
Kedua, Situasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. KontraS mencatat setidaknya terjadi 10 kasus pelanggaran HAM terhadap hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Beberapa kasus menonjol diantaranya adalah pembakaran Masjid di Tolikara yang berujung pada penembakan jamaah gereja Gidi, penutupan rumah ibadah Ahmadiyyah di Tebet, Jakarta Selatan, dan kasus yang baru saja terjadi adalah penyerangan, perusakan dan pembakaran geraja di Singkil Aceh.
Ketiga, kriminalisasi ekspresi. Tercatat 12 kasus menonjol pelanggaran HAM terhadap hak atas ekspresi sepanjang setahun terakhirkspresi. Beberapa contoh dari angka tersebut diantaranya pembubaran paksa pemutaran film Senyap di beberapa kota.
Lebih lanjut, pelanggaran HAM disektor tambang dan perkebunan juga menjadi catatan. Tercatat setahun terakhir telah terjadi setidaknya 15 kasus menonjol disektor tambang dan perkebunan.
Sementara itu, pada kasus yang berbeda, terkait penyelesaian kasus masa lalu, hingga setahun terakhir tidak ada langkah konkrit yang menunjukan keseriusan pemerintah, khususnya penyelesaian terhadap tujuh kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
KontraS menilai pemerintahan kali ini tdak memiliki agenda yang jelas terkait reformasi sektor keamanan. Sedangkan situasi HAM semakin semrawut, seperti situasi HAM di Aceh dan Papua yang masih marak terjadi kekerasan.