Setahun Setelah PHK, Kondisi Ekonomi Buruh Voksel Memburuk

Bogor – Pada Juni 2015 Aksi unjuk rasa buruh PT Voksel Elektrik yang tergabung dalam Serikat Pekerja Multi Metal (SPMM) Federasi Serikat Pekerja Aneka Sektor Indonesia (FSPASI) diserbu oleh kelompok massa Pemuda Pancasila (PP). Usai melakukan aksi tersebut buruh dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) karena dianggap mangkir.

Buruh perempuan yang menjadi korban pemukulan preman
pada aksi yang berlangsung bulan Juni 2015 lalu di depan
PT Voksel. 

PHK tersebut membuat kondisi ekonomi buruh memburuk. Buruh kesulitan membayar kontrakan dan cicilan, akibatnya ada yang terusir dan motor mereka disita.

“Lebih menakutkan dikejar orang leasing daripada dikejar polisi saat demo,” tutur salah seorang koban PHK, Suratman.

Walaupun anak mereka tidak sampai putus sekolah, tetapi menjadi beban tersendiri bagi buruh ketika anak-anak mereka meminta uang jajan dan tidak bisa dipenuhi karena tidak tersedianya uang.  Olehnya, untuk bertahan hidup, diantara mereka ada yang menjual es cendol, berdagang buah keliling, kuli bangunan, ojek online, kuli panggul di pasar dan beberapa pekerjaan lainnya yang mereka anggap halal.

Ditengah harga kebutuhan pokok yang melonjak dan ketiadaan pekerjaan, cukup membuat ekonomi keluarga buruh ‘carut marut’. Akhirnya mereka yang sudah berkeluarga dan terusir dari kontrakan hingga ada yang harus memulangkan anak dan istri ke kampung halaman.

Buruh Voksel sudah berusaha melamar kerja di perusahaan lain, namun usaha itu selalu berujung penolakan karena umur mereka rata-rata sudah diatas 25 tahun. Sedangkan kebanyakan perusahaan menetapkan peraturan batas usia maksimal bagi buruh adalah 25 tahun sebagai syarat lowongan kerja. Selain faktor usia, buruh Voksel ditolak di perusahaan lain karena dianggap sebagai sumber masalah di perusahaan sebelumnya. Mereka ditandai.

Bulan ramadhan tahun 2016 ini sudah tepat satu tahun buruh Voksel memperjuangkan haknya. Kini kasus mereka sudah sampai di Mahkamah Agung. Sembari menunggu keputusan MA, buruh juga melakukan aksi di lokasi perusahaan. Buruh menuntut jaminan kebebasan berserikat, pengangkatan buruh borongan, harian dan kontrak menjadi buruh tetap, pemberlakuan gaji pokok yang mengacu pada UMSK Sektor 3 di luar tunjangan transportasi, kembalikan masa kerja yang telah dihilangkan dan percepat perundingan PKB.

“Satu tahun sudah kami masih berkeyakinan, bahwa kebenaran dan keadilan akan kami terima. Meskipun berulang kali di kecewakan proses hukum yang pro kaum pemodal,” dilansir dari siaran pers SPMM PT Voksel Elektrik.

Aksi demonstrasi buruh Voksel pada Juni 2015 yang berujung ricuh dianggap tidak sah dan mangkir sehingga buruh dikenai PHK. Padahal menurut buruh, aksi mereka sudah sesuai posedur.

Saat itu aksi unjuk rasa yang digelar oleh kaum buruh yang bekerja di PT Voksel Electric, di depan kantor perusahaan tersebut di Jalan Raya Narogong KM 16 Desa Limusnunggal, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (24/6/2015), berujung bentrok dengan oknum preman. Para buruh yang sedang berunjuk rasa itu pun diusir dengan dilempari batu dan kayu, sehingga sejumlah buruh mengalami luka-luka. (Baca Juga: Buruh PT Voksel Digebuk Preman di Hadapan Polisi)

Tinggalkan Balasan