Setelah 2,5 Tahun Nasib Buruh Indofarma Masih Terkatung-katung

Solidaritas.net, Kab Bekasi – Ratusan buruh di salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini tak pernah membayangkan nasibnya akan berjalan tanpa kejelasan. Akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh manajemen PT Indofarma Tbk itu pada bulan Desember 2012, mereka terpaksa menyambung hidup dengan pekerjaan yang tidak tetap, sambil terus memperjuangkan hak-hak mereka dari perusahaan di Cibitung, Kab Bekasi tersebut.

nur rokhim indofarma
Nur Rokhim (kiri) sembari memperjuangkan hak-haknya bekerja sambilan sebagai buruh bangunan.

“Selama kami berjuang sudah 2,5 tahun tanpa kejelasan, kami yakin suatu saat nanti perjuangan kami akan ada hasil karena masih ada Allah SWT. Banyak kejadian-kejadian yang kita ambil manfaatnya dari PHK ini, salah satunya kawan kita tetap semangat dalam menafkahi keluarga demi kelangsungan hidupnya, ada yang dagang kecil-kecilan, kerja serabutan, kuli bangunan,” cerita Nur Rokhim kepada Solidaritas.net, Sabtu (25/4/2015).

Nur Rokhim adalah salah satu dari 757 buruh PT Indofarma Tbk yang di-PHK tersebut. Sebelum di-PHK, dia bekerja di Bagian Quality Control (QC) dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sejak tahun 2000, sama seperti rekan-rekannya yang senasib. Sebagian lainnya, ada pula yang berstatus Tenaga Harian Lepas (THL). Selama bekerja belasan tahun, bahkan ada yang sudah puluhan tahun, status mereka tak pernah jelas.

Hingga pada bulan Oktober 2012, Nur dan rekan-rekannya mendirikan Serikat Pekerja Aneka Industri Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPAI FSPMI) Pimpinan Unit Kerja (PUK) PT Indofarma Tbk. Nur ditugaskan sebagai Wakil Ketua 1 Bidang Pendidikan. Namun, diduga akibat aktifitas itu, mereka pun diliburkan sampai waktu yang tidak ditentukan, hingga kemudian di-PHK. Sejak itu, mereka pun memperjuangkan hak-hak hingga saat ini.

asep kurniawan indofarma
Asep Kurniawan, sebelum mengalami PHK, bekerja di bagian Operator Steril PT Indofarma. Kini ia berjualan kue pukis di pinggir jalan.

Menurut Nur, sebenarnya mereka sudah mendapat nota dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi yang menyatakan PT Indofarma Tbk harus mengalihkan status mereka jadi pekerja tetap. Begitu pula dengan Penegasan Nota Pemeriksaan dari Menteri Tenaga Kerja. Bahkan, berdasarkan rekomendasi dari Panja Oursourcing BUMN DPR RI tahun 2014 lalu, seharusnya mereka sudah diangkat sebagai pekerja tetap dan mendapat haknya selama perselisihan.

“Selama berjuang 2,5 tahun lebih kami tidak mendapatkan upah sepeser pun. Jadi gimana negeri ini mau maju kalau rakyatnya sendiri diperbudak, terutama kami para pekerja outsorcing di perusahaan BUMN. Kawan-kawan kami sekarang tinggal 154 orang yang masih berjuang menuntut keadilan. Sisanya ada yang masuk lagi ke PT Indofarma dengan status yang masih sama sebagai outsorcing, sebagian lagi ada yang ngambil pesangon sebesar Rp 2,7 juta,” ungkap Nur soal penderitaan mereka selama perjuangan tersebut.

Tinggalkan Balasan