Tepat pukul 18:13 wib dimulainya pemutaran film dokumenter Sexy Killers bertempat di Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan, Batam.
Film ini bagi kami peserta yang menonton Sexy killers, suatu hasil kajian yang konkret dari hulu hingga hilirnya. Bagaimana batubara dikeruk dari perut bumi di wilayah Kalimantan timur hingga penyuplaian ke wilayah-wilayah lain di Indonesia untuk keperluan bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (biasa disebut PLTU).
Bobot kebutuhan satu PLTU menggunakan batubara untuk menghasilkan listrik sebagai konsumsi publik berkisar 5000 sampai 8000 ton per harinya. Padahal batubara adalah tumbuh-tumbuhan yang terendap dalam perut bumi selama 200-300 tahun lamanya.
Dari setiap kilogram Batubara yang dikeruk untuk kebutuhan PLTU di wilayah eksploitasi, banyak aspek yang dirugikan, baik dari sisi ekologi maupun manusianya yang tinggal dekat lokasi pertambangan.
Hutan yang ditebangi, tanah yang dikeruk isinya, kerusakan bangunan karena longsor adalah deretan masalah yang terjadi di daerah tambang batu bara.
Rumah-rumah penduduk ditelan longsor karena perusahaan melakukan aktivitas pertambangan sesuka hati tanpa memperhatikan jarak radius yang seharusnya lebih dari 500 meter dari pemukiman penduduk.
Belum lagi debu dan asap hasil dari proses produksi PLTU, yang kami kira asap biasa selama ini. Ternyata paparan debu pembuangan dari cerobong PLTU juga merusak tumbuh-tumbuhan dan kesehatan manusia, hingga dapat menyebabkan kanker paru-paru.
Murni Tio Fanta, mahasiswa semester enam dari Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan, yang ikut menonton film ini, mengatakan Sexy Killers seharusnya menjadi konsumsi masyarakat umum.
Perusahaan tidak benar-benar menjalankan aturan AMDAL sehingga masyarakat sekitar rugikan. Padahal korban nyawa sudah jatuh, tapi perusahaan tidak banyak peduli.
Peserta lainnya, Nurhayati Yunitadari mengatakan, setuju bahwa dari pasangan Capres yang akan bertarung dipemilu 17 April 2019 sudah bisa dipastikan tidak akan sanggup mereklamasi kembali delapan juta hektar lubang hasil pertambangan.
Santri pondok pesantren MDQH NW Anjani, Lombok Timur, menyesalkan penggunaan politik identitas, khususnya agama, untuk meraih elektabilitas suara pemilu. Sedangkan di sisi lain kita memilih masalah yang lebih serius.
Kami dari Kelompok Studi Universitas Riau Kepulauan sebagai penyelenggara kegiatan nonton bareng (nobar) sudah menjalankan aktivitas diskusi dan nonton film selama dua tahun.
Kami sangat berterima kasih kepada rumah produksi film WATCHDOC, Dandhy Dwi Laksono dan kru-kru film dokumenter Sexy Killers.
Dari film ini kami tahu bahwa dari seluruh kegiatan pembangunan negeri ini hanyalah menjadi derita bagi kaum miskin. Sedikit sekali dampak positif yang dirasakan masyarakat, tak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan.
Film ini menyajikan data-data yang tidak bisa dibantah bahwa di kedua kubu partai dan capres yang bertarung dalam Pemilu, yang ingin meraih kekuasaan politik, setali tiga uang. Mereka sama-sama bagian dari pengusaha tambang batu bara.