Serikat Buruh Indonesia Pertambangan dan Energi (SBIPE) merespon kebijakan pemerintah dalam penetapan upah minimum Kabupaten Morowali menjelang tahun 2025. Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 16 Tahun 2024, menetapkan kenaikan upah sebesar 6,5 persen. SBIPE menilai bahwa kenaikan tersebut tidak hanya mempertimbangkan faktor inflasi dan pertumbuhan ekonomi, melainkan lebih mengacu pada tren kenaikan upah. Kenaikan upah di Kabupaten Morowali pada 2025 diperkirakan sebesar 6,5% atau sekitar Rp 226.806, dari UMK 2024 yang sebesar Rp 3.489.319 menjadi Rp 3.716.125.
Pada 18 Desember 2024, dewan pengupahan yang terdiri dari pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh telah melakukan rapat untuk menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Dalam hasil rapat tersebut, disepakati bahwa UMSK untuk sektor pertambangan pada tahun 2025 akan naik dari Rp 3.600.000 menjadi Rp 3.957.673. Sementara itu, untuk sektor perkebunan, kenaikan hanya mencapai 0,91%, dari Rp 3.716.125 menjadi Rp 3.750.125.
Kenaikan Tak Signifikan, Jam Kerja Semakin Panjang
SBIPE menilai bahwa kenaikan upah tersebut tidak mencerminkan kebutuhan hidup buruh yang semakin tinggi, khususnya di sektor pertambangan di Kabupaten Morowali. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh SBIPE, rata-rata pengeluaran buruh di sektor pertambangan untuk konsumsi makanan setiap bulan mencapai Rp 1.383.387 (termasuk beras, tembakau, bumbu masak, daging, dan lain-lain). Sedangkan pengeluaran untuk konsumsi non-makanan, seperti biaya sewa rumah, kendaraan bermotor, dan BBM, mencapai Rp 6.615.842. Dengan total pengeluaran untuk makanan dan non-makanan mencapai Rp 7.999.229. Hasil survei lainnya menunjukkan bahwa pengeluaran untuk hutang mencapai rata-rata Rp 851.710 per bulan. Dengan demikian, total pengeluaran buruh di sektor pertambangan setiap bulannya diperkirakan sebesar Rp 8.850.939.
Berdasarkan data tersebut, SBIPE menilai bahwa kenaikan upah yang ditetapkan pemerintah tidak cukup signifikan untuk memenuhi kebutuhan hidup buruh di Kabupaten Morowali, terutama di sektor pertambangan. Hal ini berpotensi memaksa buruh untuk memperpanjang jam kerja, bekerja lembur, berhutang, menjual aset, atau bekerja sampingan demi bertahan hidup.
SBIPE mengkritik kebijakan pemerintah yang menggunakan formula perhitungan yang mengacu pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu, yang dinilai tidak akan meningkatkan kesejahteraan buruh. Sebagaimana tercatat, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa PDRB Kabupaten Morowali pada 2023 terus mengalami kenaikan, dengan angka Rp 927,23 juta per kapita per tahun. Pendapatan tersebut terutama berasal dari sektor industri pertambangan nikel, yang tercatat memperoleh investasi sebesar Rp 91,78 triliun dan sektor pajak negara yang mencapai Rp 147 triliun pada tahun 2020.
Namun, meskipun ada peningkatan PDRB yang signifikan, kenyataannya sebagian besar rakyat Morowali, khususnya buruh, tidak merasakan dampak positif dari pertumbuhan ekonomi tersebut. SBIPE menilai bahwa orientasi PDRB Kabupaten Morowali lebih menguntungkan oligarki, tuan tanah, dan kapitalisme monopoli, baik di tingkat kabupaten maupun pemerintah pusat, yang justru menjadi penyebab kemiskinan yang melanda rakyat Morowali.
Sistem Pengupahan Tidak Adil
Kehadiran PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) sebagai perusahaan pengelola kawasan industri berbasis nikel, dengan produk utama stainless steel dan bahan baku baterai kendaraan listrik, diharapkan dapat menjadi solusi terhadap masalah kemiskinan di Morowali. IMIP menguasai lahan seluas 6.000 hektar dan memiliki perusahaan pendukung seperti coal power plant, mangan, kokas, silikon, batu kapur, hingga bandara dan pelabuhan, dengan jumlah karyawan lebih dari 80.000 orang. Selain sebagai pemberi kerja, IMIP juga menjadi agen penyalur tenaga kerja ke perusahaan-perusahaan lain.
Namun, sistem pengupahan di IMIP dinilai tidak adil. Upah pokok yang diberikan oleh IMIP masih jauh di bawah UMK Kabupaten Morowali. Pada tahun 2023, upah pokok buruh di IMIP berkisar antara Rp 3.000.000 hingga Rp 3.100.000, yang lebih rendah dibandingkan UMK yang sebesar Rp 3.236.848. Kebijakan pengupahan ini beragam antara perusahaan di kawasan IMIP, dengan beberapa perusahaan memberikan upah pokok sekitar Rp 2.900.000 hingga Rp 3.200.000 per bulan.
Selain upah pokok, IMIP memberikan tunjangan tetap seperti tunjangan perumahan sebesar Rp 600.000, tunjangan lokasi Rp 100.000, dan tunjangan keluarga berdasarkan jumlah anggota keluarga. Tunjangan keluarga di IMIP berkisar antara Rp 150.000 untuk istri dan Rp 50.000 untuk setiap anak. Namun, sistem pengupahan di IMIP sering kali tidak transparan dan sewenang-wenang, dengan pemotongan tunjangan dan bonus apabila buruh sakit atau melanggar aturan, seperti pemotongan bonus kehadiran dan bonus skill.
Tuntutan SBIPE
SBIPE menilai bahwa kebijakan pengupahan yang diterapkan oleh IMIP dan pemerintah Kabupaten Morowali sangat merugikan buruh. Sistem pengupahan yang rendah, serta kebijakan pemotongan upah dan bonus yang tidak adil, semakin memiskinkan buruh yang sudah bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, kondisi kerja yang buruk dan tidak memperhatikan keselamatan serta kesehatan buruh menambah beban yang harus ditanggung oleh mereka.
Oleh karena itu, SBIPE mengeluarkan sejumlah tuntutan sebagai berikut:
- Pemerintah Kabupaten Morowali dan IMIP harus menaikkan upah pokok menjadi Rp 7.200.000, berdasarkan PDB nasional, di luar tunjangan tetap.
- Naikkan tunjangan perumahan menjadi Rp 1.500.000.
- Naikkan tunjangan lokasi menjadi Rp 500.000.
- Naikkan tunjangan keluarga menjadi Rp 1.000.000.
- Hentikan seluruh pemotongan upah, bonus, dan tunjangan buruh dalam bentuk apapun.
- Berikan jaminan perlindungan terhadap kebutuhan pokok yang dapat dijangkau.
- Berikan uang transportasi kepada para korban kecelakaan kerja di tungku perusahaan ITSS yang masih menjalani perawatan, termasuk korban atas nama Lary, Enal, Jak, Maryono, dan Yudarlan.
- Penuhi segera seluruh penggantian biaya pribadi yang dikeluarkan oleh keluarga korban Lary yang sudah diajukan sejak lama.
- IMIP harus menjamin agar buruh tidak mendapatkan intimidasi dalam bentuk apapun terkait pengajuan izin sakit.
- Bangun industri nasional dengan dasar reforma agraria sejati.
Pernyataan sikap ini dikeluarkan oleh SBIPE sebagai respons terhadap kebijakan pengupahan tahun 2025 dan untuk menegaskan hak-hak buruh yang harus diperjuangkan. SBIPE menyerukan agar rakyat tetap berjuang melawan penindasan yang mereka alami dan memperjuangkan kesejahteraan yang layak bagi seluruh buruh.